Namaku Alyssa Putriana
Haling, atau orang-orang biasa memanggilku Alyssa. Aku terlahir dari keluarga Haling. Siapa yang tak kenal dengan keluarga
Haling? Keluarga pemilik puluhan
perusahaan ternama yang tersebar diseluruh dunia. Ya, aku terlahir dari
keluarga kaya raya yang sangat berkecukupan, bahkan harta keluargaku tidak akan
habis sampai 7keturunan. Hidupku sangatlah sempurna secara materi. Aku anak
kedua dan memiliki keluarga yang lengkap yang serba berkecukupan, bahkan aku
tergolong gadis andalan disekolahku karena aku saat ini mampu menguasai 3
bahasa, yakni Indonesia, Perancis dan Inggris. Hal ini membuat teman-temanku
iri mengenai hidupku. Namun mereka tak pernah tau, bagaimana hidupku ketika
dirumah. Keluargaku memanglah lengkap, tapi mereka sibuk dengan dunia mereka
masing-masing. Bahkan aku sudah terbiasa hidup seperti ini, seperti tak
memiliki orangtua.
Aku merupakan gadis
aktif dan pandai bergaul. Namun sampai saat ini aku tak memiliki seorang teman
dekat. Bukan karna apa-apa, aku hanya telah tebiasa sendiri, bahkan bangku
dikelaspun aku rasa sendiri lebih baik. Namun itu tak menghalangi niatku untuk
hanya berteman ria dengan teman sekelasku kala aku bosan, atau saat mereka
membutuhkanku.
Hingga
suatu pagi, kala langit telah menangis semenjak pagi buta, suara nyaring sepatu
terdengar jelas ditengah derunya rintik hujan yang mengenai atap sekolahku.
Terlihat sosok wali kelasku yang muncul dari balik pintu menggandeng seseorang
ditangan kanannya. Sosok perempuan cantik berpakaian seragam sama sepertiku
masuk dengan seutas senyum dari bibirnya, mencoba menyapa teman kelas barunya.
Yap. Tebakanku tak meleset, kelasku mendapat murid baru, pindahan dari luar
kota. Ia pun mulai memperkenalkan dirinya, dan kini aku mengetahui gadis baru
itu bernama shinta. Dan benar saja. Bu guru sudah pasti meminta Shinta ini
duduk bersamaku, karna hanya bangku sampingku lah yang tersisa. Meski
sebenarnya aku lebih suka sendiri, namun aku tak keberatan jika harus berbagi
tempat duduk dengannya. Apalagi, Shinta terlihat merupakan anak yang baik dan
pendiam.
Tak seperti jam
istirahat biasa yang selalu aku habiskan dengan berbagai macam buku, kali ini aku
memilih bangkit dari bangku-ku dan segera saja kuajak teman baruku itu
mengelilingi sekolah, sekedar mengenalkan sekolah kita ini kepadanya. Banyak
hal yang kita perbincangkan. Hingga baru ku ketahui rumahnya yg tak jauh dari
rumahku. Wah kebetulan yang sangat menyenangkan, pikirku. Setidaknya aku akan
memiliki teman dekat, walau sebenarnya aku tak butuh itu.
Bel pulang berbunyi. Aku
benci ini. aku benci ketika aku harus kembali memasuki istana bak neraka itu.
Rumahku memanglah besar, namun kasih sayang didalamnya sangatlah sempit, bahkan
hampir tak kurasa akan adanya kasih sayang dalam istana ini. Sekali lagi, aku
benci rumah, dan aku benci keluargaku. Itu karena mereka hanya sibuk dengan
urusan mereka sendiri, tak pernah peduli tentangku juga tentang kakak
perempuanku, atau bahkan tentang satu sama lain. Jangankan peduli, sekedar
bertanya kabar kami pun hanya mereka lakukan satu bulan sekali, itupun jika
mereka mengingat bahwa ada buah hati yang merindukannya dinegeri asalnya sana. Hidupku dirumah berantakan, sangat berbeda dengan
hidupku kalamana aku disekolah. Disekolah, aku termasuk populer bahkan menjadi
gadis impian gadis lainnya. Aku pun tak mengerti bagaimana bisa aku memiliki
dua sisi hidup yang berkebalikan seperti ini, kehidupan yang menurutku sangat
lucu karena untuk pertama kalinya aku merasakan cinta kasih seorang guru bahkan
lebih besar dibanding orangtuaku sendiri. Teman-teman hanya melihatku secara
materi, tak pernah tau bagaimana hidupku yang sebenarnya. Hidup yang bahkan tak
merasakan bagaimana rasanya dikasihi atau sekedar mencicipi masakan mamah
setiap harinya seperti mereka. Ya, sesederhana itu. Jika boleh memilih, aku tentu akan memilih
hidup seperti mereka, sederhana namun kaya akan cinta kasih.
Hingga
suatu malam, kala jam telah menunjukan pukul 11 malam, kakak perempuanku tak
kunjung pulang sedari keluar kuliah siang hari tadi. Aku menunggunya, tentu ditemani
mbok Parti dan pak Bagyo yang telah mengadu nasib di keluarga kami 5tahun
belakangan ini. Tak lama, kulihat dari
kejauhan mobil putih telah masuk pada gerbang rumahku. Itu jelas kakaku. Aku
kaget kala mengetahui kakakku kini setengah tak sadarkan diri. Ia meracau tak
jelas dan mengamuk tak karuan. Aku tenangkan ia sebisaku hingga tiba-tiba ia
menangis dan memeluku erat. Aku tau, ia pasti tengah menanggung beban yang
berat. Hingga pada akhirnya ia membuka mulut dan mengatakan ia telah hamil. Aku
kaget setengah mati. Aku bingung. Aku hanya seorang gadis kelas 1 SMA. Apa yang
bisa dilakukan gadis sepertiku? Aku hanya mampu menutup mulut rapat-rapat,
sesuai dengan permintaan kakaku yang memintaku untuk diam.
Semenjak itu, kakaku
jadi tak karuan. Hidupnya hancur berantakan. Aku yang tak kuat melihatnya
terus-terusan menderita membuatku malas untuk menghabiskan waktu dirumah. Ya,
tiba-tiba saja aku mengingat Shinta, teman baruku yang kuketahui rumahnya tak
jauh dari rumahku. Segera saja aku kesana. Sesampainya disana, aku tak
menceritakan apapun kepadanya karna bagiku itu tak penting. Ia yang menyadari akan tidak baiknya
kondisiku saat ini segera untuk menyodorkan minuman ungu kepadaku.
“ini
diminum dulu” katanya menyodorkan minuman berwarna ungu tersebut
“apa
ini?” tanyaku yang merasa aneh akan bau yang menyengat pada air ini
“hanya
sirup anggur, cobalah mungkin ini bisa menenangkan fikiranmu”
Segera kutengguk saja
minuman itu, dan waw.. ini merupakan minuman teraneh yang pernah kurasakan.
Namun tak apa, setelah kunikmati aku menyukainya. Aku seperti bebas tanpa
beban, dan ya.. aku ketagihan. Semenjak itu, aku semakin sering pergi kerumah
Shinta yang memang baru kuketahui hidup sebatangkara selama ini, dan yaa.. aku
sama sekali tak menyangka jika sosok secantik Shinta pun ternyata memiliki
hidup yang lebih kacau dariku. Kamipun hampir setiap hari bersenang-senang
seperti ini, bahkan kali ini lebih dari itu, ia menyuntikan sesuatu ditubuhku
yang membuatku melayang begitu bebasnya. Ah persetan dengan hidup ini, persetan dengan sekolahku, persetan dengan 3
bahasa yang telah ku kuasai, persetan dengan hidup mewah ini, dan persetan
dengan keluargaku. Kita menikmatinya, bahkan sangat menikmatinya. Hingga kita
tak menyadari jika polisi telah memergoki kita dan membawa kami ketempat
terkutuk.
Dan disinilah kita,
dibalik jeruji besi yang seharusnya tidak kami tinggali. Dan tiba-tiba kulihat seseorang dari kejauhan, yaa itu kedua
orangtuaku ditemani kakak perempuanku yang kulihat perutnya kini semakin besar.
Mereka menangis sejadi-jadinya melihat anak-anaknya kini berantakan.
Kupandang
mereka dalam-dalam... hingga akhirnya serangkaian kalimat meluncur tiba-tiba
dari mulutku.
“Lihatlah
mah, pah.. lihat kakak, ia bahkan telah mengandung anak yang entah darah daging
siapa dirahimnya, dan lihat aku.. aku bahkan saat ini berada pada neraka yang
sesungguhnya. Lihatlah mah, pah hidup kami telah berantakan, prestasi kamu
bahkan tak ada lagi artinya, kami tak lagi
memiliki masa depan. Mengapa sekarang kalian kembali? Apakah impian kalian
telah terpenuhi? Apakah harta yang
selama ini kalian kejar telah kalian miliki? Terimakasih mah, pah.. karena
keegoisan kalian, kalian berhasil membuat kami berdua hancur”
Kami berempat saling
memeluk satu sama lain. Jika boleh jujur, aku sangat merindukan momen-momen
seperti ini. Momen yang membuatku merasakan hangatnya cinta kasih dari
keluarga. Orangtua ku menangis tersedu, merasa tak becus mengurus kami, bahkan
mereka meminta maaf kepada kami dan berjanji akan mengubah sikap mereka selama
ini. Namun apa daya, nasi telah menjadi bubur, dan saat ini kurasa semuanya
telah terlambat.