Selasa, 21 Januari 2014

Near-Part4-


Near.

Part4
Author Hasri Imroatul Izza
Tinggalkan jejak dengan like dan komen yaa:p jangan jadi pembaca gelap:p

Sebuah Cagiva merah telah berhenti di depan rumah besar bercat putih . Seorang gadis cantik segera turun dari motor cagiva milik sahabatnya ini. Dan segera membuka gerbang rumahnya untuk segera memasuki surga dunianya yang tak lain Rumahnya. Ia tak sabar untuk menemui sang kakak untuk segera menyerahkan ‘cumi bakar’ kesukaan kakaknya.

“bagus banget ya padahal udah ditolong, dibeliin baju, ditraktir tapi sama sekali ngga ngucapin ‘makasih’”

Langkah sang gadis yang tak lain Tasya segera berhenti ketika mendengar ucapan Difa yang menurutnya mengganggu pendengarannya. Ia segera membalikan tubuhnya dan segera melangkahkan kakinya pada sosok yang telah mengantarkannya saat ini.

“makasih! Udah kan? Nggausah nyindir juga kali”

“segitu susahnya ya ngucapin kata ‘makasih?”  ucap Difa dengan penuh penekanan seraya mendekatkan wajahnya dengan wajah Tasya

segitu susahnya nolong orang dengan ikhlas?” balas Tasya yang tak kalah penuh penekanan.

“csshh. Gue balik”

Difa segera menstarter cagiva miliknya dan dalam hitungan detik, motor ini telah tak terlihat lagi bak ditelan ombak.
Tasya tak terlalu memperdulikan dan kemudian ia segera membalikan tubuhnya dan melangkahkan kakinya untuk segera  memasuki rumah ber cat putih ini.


“Assalamualaikum”

“kak Shila !! liat nih Tasya bawa ap..”
‘Brak’


“Pergi kamu!! Pergi!! anak ngga tau diri!!”

belum selesai Tasya mengucapkan kalimatnya, cumi bakar yang sedari tadi ia genggam guna di berikan pada kakak tersayangnya terjatuh begitu saja setelah mendengar sebuah bentakan, teriakan dan tangisan yang ia tau ia begitu mengenali suara itu.

‘TapTapTapTap’

Tasya segera melangkan kakinya dengan langkah cepat menuju ke lantai atas. Yang menurtnya adalah sumber suara yang ia dengar tadi.


--
“kak Shilaa!! Mamah apa yang mamah lakuin sama kak Shilaa?”
Langkah shila berhenti ketika melihat sang mamah sedang menarik paksa lengan kakaknya yang tak lain Shila. Mamah masih terus menarik paksa lengan tanngan shilla hingga berhenti pada pintu depan ruang tamunya. Ia segera mendekati sang kakak dan segera menariknya dalam dekapannya


“Tasya! Sini! Jangan deket-deket lagi sama anak ga tau diri ini!! Bisa-bisa kamu ketularan ngga benernya!” ucap sang mamah yang segera menarik paksa lengan Tasya.

“lepasin!!  maksud mamah apa sh? Kak Shila anak yang baik mah”

“gadis kuliahan yang hamil diluar nikah kamu anggap baik?”

Mata Tasya membulat sempurna. Mencerna kembali perkataan yang baru saja terlontar dari mulut ibunya.

“ma..maksud mamah?”

“liat ini .kakak kesayangan kamu udah berhasil malu-maluin keluarga kita! Dia hamil diluar nikah!”

Mata Tasya menatap benda yang ditunjukan oleh sang mamah. Benda yang saat ini berhasil membuat matanya membulat  sempurna. Dan sesaat mata yang tadinya menatap test pack milik kakaknya , sekarang berganti menatap sang kakak yang saat ini tengah menangis. Ia tak menyangka dengan apa yang diucapkan sang mamah.
Ia masih tak menyangka bahwa kakak satu-satunya bisa melakukan sesuatu yang teramat bodoh.

“sekarang, Pergi kamu!! Anak ngga tau malu! Pergi!!! “

“tapi mah..” ucap shilla memohon.

“pergi!!! dan jangan pernah lagi menganggap aku ibu kamu! Ngga sudi punya anak yang ngga tau diri kaya kamu!!!!! Ayo Tasya masuk”

‘Brakk’

Suara pintu tertutup dengan sangat keras. Shila masih menangis. Namun sesaat kemudian,ia segera bangkit dan melangkahkan kakinya untuk segera menjauh dari rumah ini; rumah yang sekarang bukan menjadi rumahnya lagi.

**
“pokoknya mamah ngga akan ngizinin kamu pacaran sampai kamu kerja nanti”

“tapi mah.. Tasya udah gede, tasya bisa kok jaga diri”

“csh. Gadis umur 16tahun kamu anggap gede. Liat kakak kamu. Dia yang udah kuliah aja masih bisa ‘terjerumus’ . apalagi kamu yang masih 16tahun”

“tapi mah..”

“pokoknya mamah bilang engga ya engga!”

Tasya segera berlari kearah kamarnya. Jika sudah seperti ini ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia segera melangkahkan kakinya dengan langkah lunglai menuju ruangan yang bernuansa pink yang tak lain adalah kamarnya.
Tak menunggu waktu lama, ia segera menuju kearah jendela kamarnya yang langsung  mengarah kearah halaman rumahnya.

Tak sengaja, matanya menatap sosok yang tadi baru ditemuinya, sosok yang membuat ibu nya menjadi begitu murkaa.
‘Tes’

‘Tes’

‘Tes’

 tetes demi tetes airmata jatuh dengan sendirinya tanpa diperintah. Tasya menangis ‘lagi’ ketika memandang sang kakak yang semakin lama semakin menjauh. Ia memandang kakaknya yang saat ini sudah tak terlihat sosoknya. Tangisnya bertambah deras ketika ia memikirkan nasib shilla untuk kedepannya; ‘

‘kak shilla bakal pergi kemana?’

‘gimana nasib kak shila kedepannya?’

‘apa kakak bakal jadi gelandangan diluar sana?’

‘Tuhan, aku ngga mau itu terjadi’

**
Hari ini Tasya telat bangun ‘lagi’.mungkin karna cape semalaman ia habiskan untuk nangis, nangis dan nangis.  Ia segera menuruni anak tangga dengan lari-larian kecil seraya menatap jam yang melingkar pada tangan kirinya ’06:50’. Ah bulshit! Hanya 10menit waktu yang tersisa. Membuat dirinya sekarang harus tak menyantap sarapannya ‘lagi’.

“mamah .. kak shilaa Tasya berangkat” Teriaknya.

Namun sesaat ia diam, mencerna kata-katanya seraya melirik kerah sekitar ‘berbeda!’ kini tak lagi ada sosok sang kakak yang selama in setia menemani Tasya. Namun, ia tak terlalu memikirkan nya. Yang ia fikirkan saat ini hanyalah ‘bagaimana cara agar ia dapat menuju kesekolah dalam waktu yang kurang dari sepuluh menit ini?’
Tasya merutuki dirinya sendiri karna semalam ia mengirimkan sebuah pesan singkat pada difa yang mengatakan agar difa hari ini tidak usah menjemputnya.

Tasya segera berlari menuju halte yang tak jauh dari rumahnya. Berharap pada saat itu juga ada angkot kuning yang akan mengantarkannya ke sekolah.
Namun.. yap! Harapannya kali ini tak meleset. Ia segera menaiki angkot ini dan segera duduk. Namun kekesalannya kali ini melanda ketika sang supir tak kunjung menancapkan gas.

“bang ayo dong jalan; 5menit lagi niiihhhhh”

“iya neng iya sabar atuh”

Dan dengan kecepatan yang tergolong ‘pelan’ pun mobil kuning ini melaju.

**
Disisi lain, seorang pemuda terlihat sesekali memandangi bangku nomor tiga dan sesekali pula melirik kearah jam dindaing yang telah menggantung didalam kelas.
Terlihat ia sedang resah, entah karena apa.

“oy dif, kenapa? Kaya bingung gitu” pemuda yang  tak lain Difa ini menengok kesumber suara.

“eh sal, gapapa”

“oh  yaudah kalo gitu. Oh iya, Tasya mana? Kok tummben ngga sama lo?”

“dia ngga bareng sama gue tadi sal”

“lho kenapa?”

“semalem dia sms katanya dia mau berangkat sendiri”

“ohh.. bentar lagi bel lho dif., apa jangan-jangan dia ngga masuk?”

“paling dia agak telatan. Lo tau sendirilah Tasya gimana”


Bel telah berbunyi. Dan kedatangan bu Zaenab yang tak lain dan tak bukan adalah guru matematika Membuat dua remaja ini maupun siswa-siswi lain menghentikan aktivitas mereka dan dengan cepat, kelas tampak hening dan sosok pada bangku no.3 tak kunjung menunjukan tanda-tanda kedatangannya.

**
 Mobil kuning pun sekarang telah berhenti disebuah halte tak jauh dari sekolah tasya. Gadis ini pun segera berlaju dengan kecepatan extra guna cepat sampai pada sekolah. Sesaat ia menengok kearah jam tangan ditangan kirinya . ‘shit!!jam 07:20’ umpatnya lalu segera berlari kearah belakang guna memanjat pagar sekolah. Karena ia tau, jika ia kearah gerbangpun ia tak akan diizinkan masuk , justru akan mendapat santapan rohani dari sang satpam-.-

Dan dengan mengorbankan tangan dan kaki lecet pun Tasya kini telah berhasil melewati pagar sekolah; dengan susah payaah/

Tasya melangkahkan kakinyamenuju kelasnya yang berada diujung koridor .
“Assalamualaikum”

Seluruh penghuni kelas serentak menengadahkan kepalanya guna mengetahui pemilik suara.

“maaf bu saya telat”

“tasya! Kamu ini, kebiasaan. Kamu telat 25menit ”

“saya tau bu, sekali lagi maaf bu,tadi saya..”

“sudah sudah saya gak mau dengar lagi alasan kamu, sekarang kamu duduk”

‘tap tap tap’

Tasya melangkahkan kakinya dengan nafas yang masih terengah-engah. Mungkin effect berlari dan memanjat pagar tadi yang masih terasa.
Dan langkahnya berhenti ketika kakinya telah sampai pada bangku nomor3 tempat dirinya dan salsha tempati.


“Tasya, kumpulkan PR kamu”

“hah? PR apa sal?”

“PR kemarin lho sya..”

Tasya diam tak menanggapi perkataan bu guru maupun sahabatnya, salsha. Ia justru memejamkan matanya seraya menggigit keras bibir bawahnya.
“sya? Jangan bilang lo belum ngerjain” tebak salsha yang sangat sangat tepat sasaran.
Sedang tasya, ia hanya mampu mengangguk pasrah.

“Tasya! Kumpulkan PR kamu sekarang!”
Perintah bu guru sekali lagi.

“sa..saya bel..belum nger..jain.. b..bu”
Dengan susah payah, tasya mengucapkan kalimat itu. Matanya masih terpejam dengan kepala yang menunduk ketika mengatakan kalimat

Terdengar suara hentakan sepatu yang mengenai lantai yang semakin mendekat kearah bangku no.3. jelas sekali itulah bunyi sepatu bu zaenab yang akan mengarah ke bangku Tasya. Ingin memarahikah? Atau menghukum?pasti.

“sekarang kamu keluar dan bersihkan wc sampai bel istirahat masuk. Ingat! Sampai jam istirahat masuk!!”

“i..iya b.bu”

‘Tap Tap Tap’
Suara sepatu yang berbenturan dengan lantai yang berasal dari kini semakin lama semakin tak terdengar. Menandakan bahwa Tasya telah pergi meninggalkan kelas.
Sedang siswa/siswi lainnya? Mereka kembali disibukan dengan ribuan angka yang memenuhi ruang dalam otaknnya.
Mungkin jika saat ini mereka harus memilih, mereka pasti akan memilih untuk menjadi seperti Tasya. Karna yangmereka ingin ‘terhindar’ dari rumus-rumus matematika yang membuat otak seakan berhenti-__-


**
Bel  pertanda waktu istirahat telah berkumandang (?). siswa/i segera keluar kelas dengan begitu senangnya karena telah terbebas oleh rumus-rumus yang begitu memumetkan :D lain hal nya dengan siswa lain, gadis ini justru sibuk dengan pekerjaannya saat ini.
Ia haruss siap menahan nafas berkali-kali karena tak tahan dengan aroma yang dihasilkan dalam ruangan ini. sedang Salsha Difa yang tak lain sahabtnya seakan menghilang entah kemana bak ditelan bumi.

Saat ini, harapannya hanya satu. ‘bunyikan bel masuk istirahat’ dengan lebih cepat. Karna ia sudah tak tahan dengan bau yang sedari 2jam yang lalu ia hidup berkalikali.
Dan benar saja, bel pertanda waktu istirahat berakhir telah berbunyi. Tasya sangat berterimakasih sekali saat ini karena pihak TU telah mempercepat bunyi bel, pikirnya.

Padahal, semua nampak seperti biasa. Tak ada bel yang dipercepat dibunyikan. Mungkin itu hanya perasaan Tasya saja karena sedari tadi sibuk membersihkan toilet hingga tidak memperhatikan waktu .
Tak ingin membuang-mbuuang waktu, ia segera meninggalkan seperangkat alat pembersih yang ia gunakan sedari tadi disembarang tempat dan segera melangkahkan kakinya menuju kearah kelasnya guna mengikuti pelajaran berikutnya.

bersambung..
kritik dan saran ditunggu


Jumat, 17 Januari 2014

`Trail` (CERPEN)



‘Trail‘

Author: Hasri Imroatul Izza
Tinggalkan jejak dengan like dan comen yaa:p jangan jadi pembaca gelap:p


Seorang gadis cantik, putih tinggi dengaan sebuah pita yang menghiasi rambut indahnya yang hanya digerai mampu membuat siapapun yang melihatnya  akan terpesona dengan aura kecantikan nya yang begitu natural.
Gadis ini melangkahkan kakinya dengan begitu santai melewati koridor sekolah sebelum memasuki kelasnya.

Disepanjang koridor, semua mata menatap kearahnya dengan tatapan yang mengartikan ‘kekaguman’. Tak heran juga jika banyak sekali kaum adam yang seringkali menyebutnya bidadari sekolah dan tak jarang pula diantara mereka yang  begitu berjuang untuk mendapatkan bidadari sekolah ini. Walau meski dalam kenyataannya; ia tak ingin dulu mengenal cinta.


Langkahnya berhenti ketika ia sudah berada pada sebuah pintu yang terpampang ‘IX B’ pada bagian depannya. Ia segera melangkahkan kakinya untuk segera memasuki kelas ini dan seperti biasa ia segera menyapa sahabat-sahabatnya.

“Selamat pagi semuaa”
Sapa gadis ini pada ke 4 sahabatnya yang tak lain Grace, Syifa, Lia jugaa Vivi.

“selamat pagi juga bidadari Siviaa:p” balas ke-empat sahabatnya bersamaan.

“ihh apaan sih kalian ini”
Seperti biasa, ketika sudah diledek oleh sahabat-sahabatnya , gadis cantik yang tak lain bernama Sivia ini hanya mampu tersenyum dengan pipi yang merah merona. Dan sesaat, ia beserta ke empat sahabatnya tertawa lepas.

**
14February.

“oh iya ini 14Februari kan?” tanya Grace, salah satu sahabt Sivia

“iyaa, keenapa emang grace?” tanya balik gadis kurus, mancung dengan dagu tirus yang tak lain Syifa.

“kalian ngga pada inget ini hari apa?”

Sivia, Syifa, Vivi serta Lia saling lempar  pandang  satu sama lain seraya menggelengkan kepalanya bersamaan. Yang menandakan bahwa ‘mereka tak tahu’.

“aduhh pliss deh. Ini itu hari Valentine, hari kasih sayang. Dan kalian tau apa artinyaa?” ucap Grace

“pangeran-pangeran di Sekolah ini akan mendekati sang bidadari sekolah seraya membawa kado dan mengatakan ‘selamat hari valentine bidadarii’ hahaha”
Ucap keempat sahabatnya seraya menatap gadis yang sedari tadi jadi bahan ledekannya. Sivia? Sivia hanya mampu memanyunkan bibirnya beberapa centi karena terus-terusan menjadi bahan lelucon para sahabatnya.

Teet Teet

Bel sekolah telah 2kali berdering yang menandakan bahwa saat ini adalah telah tiba waktunya istirahat. Semua orang berhamburan segera keluar kelas dan memadati kantin. Namun lain dengan orang lain, ke 5 sahabat ini seperti biasa lebih memilih menghabiskan waktu istirahat di kelas, ditemani obrolan-obrolan kecil maupun lelucon-lelucon kecil yang seringkali dilontarkan oleh mulut Grace.

“Selamat Hari Valentine bidadari”

“selamat hari kasih sayang cantik”

“Happy Valentine day Siviiaaa”

“Selamat hari Valentine Sivia Azizahh”


Mata sivia terperonjak kaget. Baru beberapa menit yang lalu bel istirahat dibunyikan. Namun, puluhan orang datang dengan begitu cepatnya segera berlarian memadati kelas 9b yang tak lain kelas Sivia dengan bergantian seraya mengucapkan ‘Happy Valentine Day’ dengan menenteng sekotak kado yang kemudian mereka berikan pada Sivia. Puluhan ucapan hari valentine, puluhan Surat cinta juga puluhan kado ia terima saat ini.

“selamat hari valentine juga  semua:) makasih ya buat kadonya:)”
Ucapnya pada puluhan kaum adam yang saat ini tengah memadati kelasnya. Meski sebenarnya Via tak suka dengan sikap mereka yang menurutnya ‘berlebihan’ ini, via tak pernah mengatakan atau bahkan hanya sekedar memancarkan raut ketidak sukaan nya. Ia masih tetap tersenyum seakan akan ‘ia menyukainya’ .

Inilah yang menyebabkan para kaum adam menyukai Sivia. Karna selain memiliki fisik yang ‘nyaris sempurna’ , via memiliki sifat yang begitu ramah dan selalu menghargai apapun yang orang lain lakukan untuknya. Meski banyak sekali yang menyukai Sivia, tak jarang pula beberapa orang yang tak suka dengan sivia, kaum hawa kebanyakan. Mungkin mereka iri dengan apa yang sivia rasakan saat ini. Ada likers, ada haters juga bukan? Lagian siapa sih yang tak ingin menjadi wanita yang ‘nyaris sempurna’ seperti Sivia?


**

Hidup sivia yang begitu sempurna membuat siapapun ingin seperti dirinya. Fisik yang begitu sempurna, dengan sifat ramahnya, juga otak encernya mampu membuat para kaum hawa menatapnya dengan tatapan ‘iri; .
Selain memiliki otak yang tergolong cerdas, gadis ini juga terlahir dari  keluarga pengusaha kaya raya. Memiliki orang tua yang begitu perhatian, memiliki adik lelaki yang begitu menyayangi sang kakak, dan memiliki empat sahabat yang selalu ada dalam suka-duka Sivia.
Hidup yang begitu indah ini membuat gadis ini selalu disayang oleh orang-orang sekitar. Namun, ini hanya berlaku dulu. Iya, hanya dulu.


**

“besok mamah sama papah ada keperluan bisnis di paris. Bakalan lama papah sama mamah disana”

“seberapa lama pah?”

“sekitar 3bulanan.terserah kalian mau ikut atau engga ”

“ariel ikut dong pahh:’ dari dulu ariel pengin banget liat menara eifel”
Ucap ariel, anak terakhir dengan nada manjanyyaa..

“boleh, kalo kamu gimana viaa?”

“aku engga deh pah, udah kelas 9 sayang kalo harus izin 3bulan. Kamu ikut riel? Kamu kan udah kelas 6, bentar lagi ujian. Apa ga sayang kalo harus ketinggalan pelajaran selama 3bulan?”

“iya sih:’ tapi ariel pengin ikut kak”

“yaudah, untuk kali ini kalian ngga usah ikut dulu yaa.. nanti setelah kalian kelulusan, papah janji bakal ngajak kalian ke paris. Okee?”

“beneran pah?” ucap kedua anaknya bersamaan.

“beneran dong:’ tapi ada syaratnya”

“apa pah?” tanya cepat sang adik, Ariel.

“kalian harus belajar dengan giat. Ngga boleh males dan ngga boleh lalai sama kewajiban. Oke?”

“siapp bos!”

“hahaha”
Gelar tawa anak dan orang tua menggelegar didalam rumah bernuansa minimalis ini. Membuat siapapun yang melihat pasti akan iri dengan keluarga kecil nan bahagia ini.


**
Telah satu minggu sudah Sivia maupun ariel ditinggal pergi orangtua mereka untuk menjalankan tugas di Prancis.
Sebenarnya, Sivia maupun Ariel ingin sekali untuk ikut bersama kedua orangtuanya untuk pergi ke Prancis. Namun, apa boleh buat, keadaan yang menuntut mereka untuk memilih ‘tidak ikut’.  Dan kini, dalam rumah sebesar ini hanya ditempati oleh 4manusia; Sivia, Ariel, bik Jasmin sang pembantu rumah tangga dan pa marno sang supir.
Bik jasmin dan Pa marno adalah sepasang suami istri yang sampai saat ini tak dikaruniai anak. dahulunya mereka adalah seorang pengemis jalanan yang kemudian di angkat papah sivia untuk tinggal dirumahnya sebagai pengurus rumah. Dan sejak saat itu, pak marno diikutkan kursus ‘bermobil’ oleh papah sivia agar nantinya beliau bisa menjadi supir pribadi keluarga bahagia ini.

Setelah satu minggu ditinggal pergi, semua tampak baik-baik saja.
Sivia masih tetap menjadi perempuan anggun yang begitu menawan; ia masih berada pada sekeliling orang-orang yang menyayanginya. Begitupun dengan Ariel, ia masih tetap menjadi lelaki rajin yang begitu menyayangi sang kakak, Sivia.

**

“kak berhenti dulu. Ariel capek”
Teriak Ariel kepada kakaknya, mencoba menginstruksikan agar sivia memberhentikan sepedanya. Yah. Kedua kakak beradik ini memang dari 2jam lalu menghabiskan hari minggu ini dengan bersepedan seperti biasa.

“gitu aja capek. Ah ngga hebat kamu de”

“kak bentar ya, ariel mau beli es krim itu dulu. Ariel haus”

“yayaya”

“kak Via jangan ninggalin ariel, jangan kemana-mana dulu, jangan sepeda-sepedaan dulu sebelum ariel balik lagi”

“iya bawel”

Ariel mengayuh sepedannya dengan kecepatan seperti biasa menuju abang penjual es krim yang mangkal diujung jalan sana. Ia mengayuh dengan nafas yang terengah-engah. Mungkin karena efek kecapean yang ia terima setelah bersepedaan 2jam tadi.
10menit sudah ariel berbincang dengan abang penjual es krim seraya menunggu es krim miliknya .
Namun sesaat..

‘BRRAAKKKK!!!!!!!’

Suara benturan yang teramat keras begitu mengganggu telingan anak kecil yang sedari tadi menunggu es krim miliknya yang tak lain adalah Ariel. Bukan hanya ariel, semua orang yang berada disekitar kompleks ini pun terlihat kaget dan segera berlarian kecil menuju kearah sumber suara.
Ariel yang juga penasaran akan apa yang telah terjadi pun segera membuntuti para warga untuk menuju kearah sumber suara benturan yang teramat keras ini. ia segera mengikuti kemana perginya para warga tanpa memikirkan es krim yang sedari tadi ditungguinya serta tidak memikirkan sang kakak yang menurutnya ‘ia tinggal’ disebrang jalan sana. Karna yang ada dalam fikirannya saat ini; ia begitu penasaran akan apa yang telah menghasilkan suara yang sebegitu kerasnya.
Pesawat luar angkasa yang jatuh kah? Atau pesawat koruptor yang telah terhempas ke bawah? Atau.. ah sudahlah. Berhenti berkhayal.__.


**
Ariel mengayuhkan sepeda dengan kecepatan yang tak seperti biasa. Kali ini, anak laki-laki ini mengayuhkan sepedanya dengan kecepatan yang tergolong ‘cepat’ . mungkin karena saking penasarannya ._.

Ayuhan sepedanya berhenti ketika ia menemukan segerombol warga sedang mengerubungi ‘sesuatu’ dijalan sana. Otak ariel dengan cepat dapat mencerna suasana saat ini yang menandakan bahwa saat ini telah terjadi kecelakaan, dan penyebab dari suara benturan yang teramat keras tadi adalah kecelakaan ini. yah ariel menyimpulkan seperti itu.

Tak ingin mencemaskan sang kakak yang ‘menurutnya’ masih menunggu diseberang jalan sana, ia segera memutar balikan sepedanya dan segera mengayuhkan sepedanya lagi. Namun , eittsss..

‘CYIIITTSS’

sepeda yang sedari tadi ia kayuh seketika ariel rem secara mendadak; tunggu dulu. Mata Ariel menangkap sesuatu. Sesuatu yang menurutnya sangat ia kenali. Sesuatu yang mengganggu pandangannya. Dan ia masih diam dalam posisinya beberapa saat seraya memandangi ‘sesuatu’ itu, memastikan bahwa pandangannya saat ini bukanlah khayalan maupun ilusi belaka. Dan..


‘Brak’

Benar! Pandangannya tak salah saat ini. ia membuang asal sepeda kesembarang arah. Tak peduli jika nantinya ada orang jahat yang akan mengambil sepedanya saat ini. karna sesuatu yang saat ini ia tangkap adalah sesuatu yang sangat penting. Pandangnnya masih menuju kearah sesuatu yang sedari tadi mengganggu pemandangnnya; sesuatu yang tak lain hanya sebuah sepeda berwarna silver. Ia begitu yakin dan begitu mengenali sepeda ini. sepeda yang menurutnya seperti.. ah sudahlah.

Ariel segera berlari menerobos kerumunan orang, memastikan seraya berharap bahwa yang terjadi bukanlah apa yang ia fikirkan saat ini. namun naas. Semua tak sebanding dengan harapan . ia menangis seraya mendekati sosok yang saat ini tergeletak.

“kakak..”

“kak Via bangun kakk..”

“jangan tingggalin ariel sendiri..”

Ucapnya seraya memeluk sosok yang tergeletak dengan luka parah dibagian wajah cantiknya yang tak lain adalah Sivia, kakak kandungnya.
Dan tanpa babibu lagi, ariel segera meminta bantuan para warga sekitar untuk membawa sivia, sang kakak ke Rumah Sakit terdekat.

**


Sebulan sudah gadis ini terus berdiam diri didalam kamar; memandangi wajahnya yang saat ini telah berubah bak monster. Bukan hanya wajahnya saja, kecelakaan yang beberapa waktu lalu menimpanya juga membuat kedua kakinya tak bisa digerakan alias lumpuh total.  Ia terus menangis, meratapi nasib yang saat ini menimpanya.
Ariel sang adik yang masih terus senantiasa menjaga dan merawat sang kakak tak pernah mengeluh maupun membentak sang kakak’. Karna ia tau, berada diposisi sang kakak saat ini bukanlah hal yang mudah.

Namun, meskipun seperti itu sivia selalu menolak dan melarang ketika Ariel, bik jasmin maupun pak marno akan memberitahu tentang mamah papahnya akan kecelakaan yang menimpanya saat ini.
Bukan apa-apa, ia hanya tak ingin pekerjaan orangtuanya terganggu hanya karna sebuah berita mengejutkan bahwa; wajah anak cantiknya sekarang berubah menjadi monster menyeramkan dan memiliki sepasang kaki yang tak bisa digerakan lagi?. Ah sunggu tak lucu.

Dalam satu bulan ini, ia hanya menghabiskan hari-harinya di dalam kamarnya. Entah didalam kamar hanya tiduran, baca buku atau hanya sekedar menonton acara televisi yang begitu membosankan. Namun menurutnya, seperti ini jauh lebih baik dibanding ia harus berangkkat sekolah, mengumbar bentuk wajahnya yang saat ini dipenuhi luka seperyi luka yang telah membusuk dibagian pipi kirinya . ‘memalukan’.  Menurutnya . lalu bagaimana dengan sekolahnya? Bagaimana dengan sahabt-sahabtnya? Tak ada satu dari teman sekolahnya maupun dari pihak sekolah yang mengetahui akan kecelakaan yang menimpa sivia. Yang mereka tau , beberapa waktu lalu mamahpapah sivia akan menjalankan tugas di luar negeri dan mungkin mereka kira sivia pun ikut serta.

**
Hari semakin berjalan dengan cepat. Namun gadis ini masih setia dengan keadaanya; masih terus berada dalam kamar tercintanya.

Sivia memencet remot tv berkali-kali. Menggonta-ganti dari chanel satu ke chanel yang lain. Memboosankan menurutnya. Namun tunggu . tangannya berhenti memencet-mencet tombol remot pada chanel *sensor* . Matanya tak luput dari acara yang saat ini ia tonton.
Dan sesaat, bulir-bulir airmata jatuh tanpa instruksi dari mata sivia. Sivia tak kuat menahan airmata ketika menonton acara ini. bagaimana tidak? Dalam tayangan itu, terlihat seorang gadis lucu berumur sekitar 16tahun yang sekarang harus kehilangan sepasang tangannya karena kecelakaanyang menimpanya setahun silam, namun ia tak menyerah! Ia terus bangkit. Dan ia mencoba menerima apa yang Allah beri saat ini. dan dengan seiringnya waktu, ia telah terbiasa melakukan sesuatu yang orang lain lakukan dengan tangan , tapi ia ‘sekarang’ melakukannya dengan kaki.

Sivia segera memencet tombol off pada remot televisinya. Ia menarik nafasnya dalam-dalam dan ia keluarkan secara perlahan.

“dia aja bisa kenapa aku ngga?”

“aku ngga boleh nyerah. Hidup kamu masih panjang sivia..”

“Sivia kamu bisa!! Kamu pasti bisa! Ini cuma ujian dari Allah. Dan Allah ngga akan ngasih cobaan diluar batas kemampuan hambanya”

“okey. Aku bisa!!”

Gumamnya berkali kali didepan cermin, mencoba menyemangati dirinya sendiri.


**

“kakak beneran mau berangkat sekolah?” tanya Ariel, mencoba memastikan akan kemauan kakaknya.

“beneran lah sayang:)”

“tapi kan..”

“sstt.. udah ngga usah ngehawatirin kakak, ini Cuma cobaan dari Allah kok. Dan kakak pasti bisa ngadapinya. Kamu tau kan kalo Allah ngga akan menguji hambanya diluar batas kemampuan?”

Ariel terpukau. Ia seperti tak sedang berhadapan dengan kakaknya. Ia seperti berhadapan dengan orang yang begitu mulia; namun ia lebih senang jika kakaknya seperti; tak mudah putus asa.

**
Semua mata memandang ketika seorang yang begitu lama tak terlihat sosoknya kini tengah muncul ‘kembali’ . namun dengan fisik yang berubah total; dengan wajah hancur disertai luka membusuk dibagian pipi kiri, juga dengan kursi roda yang saat ini menjadi pengganti kakinya.

Namun, Meski fisiknya saat ini telah berubah menjadi ‘sivia yang menyeramkan’ bagi sebagian orang, namun hati sivia masih seperti dulu. Terbukti ketika ia melewati  Disepanjang koridor, ia masih senantiasa memamerkan senyuman manisnya. Senyuman  yang ‘dahulu’ begitu mereka idam-idamkan. Yang  kini hanya menjadi sebuah benda yang tak lagi ada harganya; sakit memang. Namun ia tak memperdulikan. Pak marno masih mendorong kursi roda sivia hingga sampai pada kelasnya; kelas 9b.

“assalamualaikum”
Ucapnya ketika memasuki kelas. Semua orang yang berada didalam kelas menengok ke sumber suara; memastikan bahwa pendengaran mereka tak salah; memastikan bahwa suara yang mereka dengar tadi adalah suara yang begitu mereka rindukan saat ini. namun, ketika semua telah menengok ke sumber suara, bukan pelukan hangat yang ia dapat saat ini. namun tatapan-ttapan tak suka, heran kaget lah gadis ini dapatkan. Bukan hnya itu mereka bahkan segera menutup hidungnya, menyumbat hidungnya rapat-rapat karna aroma luka yang membusuk dibagian pipi kirinya.

Sivia segera menjalankan kursi rodanya menuju kearah bangkunya. Namun hal yang tak terduga diterimanya. Vivi, ‘sahabat’ yang dahulu adalah teman sebangkunya kini dengan tak berdosanya ia segera mengambil tasnya dan segera pindah pada bangku paling pojok kanan. Sivia yang melihat itu dengan mata kepalanya hanya mampu tertunduk.

Saat akan berangkat sekolah tadi, ia sangat berharap bahwa ia akan diberi kejutan. Atau setidaknya akan diberi sebuah pelukan hangat dari para sahabatnya; namun dugaanya salah besar. Memang ia telah mendapat sebuah kejutan, kejutan dimana saat ini ia melihat para sahabatnya berlagak seperti oranglain baginya, bahkan hanya untuk sekedar bertanya ‘kamu kenapa? Apa yang telah terjadi terhadapmu?’ pun tak terlontarkan. Mereka benar-benar menjauhi Sivia. Menjauhi hanya karna keadaannya sekarang.

**

Seminggu sudah sivia terus menghadapi keadaan yang seperti ini, keadaan yang mampu membuatnya seringkali mengeluarkan airmata.
Namun, ia tak pernah berhenti untuk menyemangati dirinya sendiri untuk tidak menyerah . Allah ngga akan kasih cobaan diluar batas kemampuan hambanya. Dan dibalik kesabaran, pasti akan ada hasil yang diperoleh kelak” kalimat itulah yang saat ini menjadi penyemangat hidup sivia.

Semakin hari bukan malah semakin mendekat, teman-teman sekelas sivia justru malah lebih menjauhi Sivia. Bahkan sekarang semua teman sekelasnya selalu memakai masker ketika memasuki kelas . dan lagi-lagi Sivia hanya tertunduk ‘apa segitu baunya aku sampai kalian seperti itu? Tuhan sabarkan hamba’ ucapnya dalam hati.

‘TeetTeet’

Bel sekolah telah 2x berdering. Menandakan bahwa saat ini sudah waktunya masuk setelah 15menit waktu istirahat. Dan tak lama, seorang guru cantik perawakan langsing memasuki kelas. Baru beberapa menit guru ini memasuki kelas, tiba-tiba..

“bu saya izin kebelakang”
Ucap Sivia seraya mengangkat tangan kananya

“kenapa ngga saat istirahat tadi sivia?”

“maaf bu saya lupa”

“oh yaudah, kamu sendirian? Ayo anak-anak, salah satu dari kalian temenin sivia kebelakang gih:)”
Ucap buguru cantik ini kepada seluruh murid dikelas. Sedang semua hanya diam tak ada yang menanggapi.

“Grace? Vivi? Syifa? Lia?”
Tanya pada keempat anak ini yang tak lain adalah ‘sahabat’ sivia dulu. Namun mereka? Mereka hanya menggeleng pelan tanpa menatap sosok yang mengajaknya bicara.

“nggapapa kok bu, saya bisa sendiri:)”
Ucap sivia yang tak lagi mampu menahan airmata, dan dengan sekuat tenaga ia menggerakan kursi rodanya kearah kamar mandi yang letaknya jauh diujung koridor sana.

**

“baik anak-anak, sekarang coba kumpulkan Tugas yang ibu guru berikan minggu lalu”
Perintah bu guru cantik ini yang tak lain adalah guru bahasa Indonesia.
Dan dengan cepat, semua anak telah mengumpulkan tugasnyakedepan kelas.

“kok kurang satu? Siapa yang belum ngumpulin?”

“sivia bu, kan dia lagi ke belakang tadi” ucap salah satu murid

“Grace, coba ambilkan tugas Sivia didalam tas Sivia. Karna bu guru harus rapat saat ini juga”

“baik bu” dan mau tak mau, grace segera melangkahkan kakinya menuju bangku no.1 . dan merogoh isi dalam gendong milik sivia. Namun matanya menatap sebuah buku yang mampu membuat matanya seketika membulat. Matanya menatap sebuah buku dimana pada cover buku tersebut terdapat foto dirinya, Vivi, syifa, lia dan Sivia itu sendiri.
Tanpa babibu, ia segera mengambil tugas bahasa indonesia milik tasya dan segera menyerahkannya kepada bu guru . ia  tak lupa juga mengambil buku yang tadi mampu membuat kaget karena cover buku tersebut.

Dengan secepat kilat, bu guru telah pergi meninggalkan kelas ini dan segera menuju ke kantor untuk mengikuti rapat guru. Dan disisi lain, Grace masih menggenggam buku bercover dirinya dan sahabt2nya dulu . ia membuka halaman demi halaman, dan barulah ia mengetahui bahwa buku ini adalah ‘buku curahan hati’ Sivia. Tangan sivia berhenti membuka halaman pada halaman terakhir. Halaman yang berisi tentang curahan hati Sivia saat ini.

”Semua berubah

Semuanya berubah hingga sedemikian rupa..
Aku.. Aku yang dahulu adalah seorang ‘bidadari sekolah’ kini telah berganti menjadi ‘sampah sekolah’
Dahulu, hampir semua orang berbondong-bondong mendekatiku..
Tapi sekarang.. Kalian malah berbondong-bondong menjauhiku..
Aku tak pernah menyangka bahwa ternyata ada bahkan banyak sekali orang yang hanya menilai, mendekati dan menemani hanya karna fisik semata.
Aku tau aku yang sekarang bukanlah aku yang dulu; bukan Sivia yang selalu kalian puji; bukan Sivia yang selalu kalian iri; dan bukan pula Siivia si bidadari sekolah.
Bahkan aku yang sekarang adalah seorang gadis cantik yang seakan terkena kutukan menjadi monster yang teramat menyeramkan disertai bau yang begitu menyengat.

Semua terasa baik-baik saja sebelum kejadian itu..
Kejadian yang menimpaku beberapa bulan silam
Kejadian yang membuat sepasang kakiku lumpuh
Kejadian yang membuat wajahku ‘tak berbentuk’

Namun setelah kejadian itu, semua berubah. Berubah total..
Semua orang berlomba-lomba menjauhiku seakan aku adalah virus yang teramat sangat mematikan..
Semua orang berbondong-bondong menutup hidung mereka kala aku melintas diantara mereka seakan aku adalah sampah yang teramat sangat kotor dan tak beerguna.
Keadaan yang membuatku harus merasakan seperti ini..

Namun aku masih tak menyangka bahwa kalian pun ikut diantara mereka, sahabat?
Aku masih tak menyangka bahwa kalian pun ikut menjauhiku hanya karna fisiku yang berubah seperti ini.
Apa kalian lupa tentang semua yang telah kita lakukan dahulu saat masih bersama?
Apa kalian lupa dimana tempat kalian mencurahkan isi hati ketika kalian tak lagi mampu menahan?
Apa kalian lupa dengan janji kita yang akan selalu ada dalam keadaan apapun?
Sekarang, dalam keadaan aku yang seperti ini; keadaan yang sangat membutuh seorang teman,  dimana kalian?

Aku ingat sekali, dahulu kalian pernah mengatakan bahwa kalian ingin seperti aku; ingin mengalahkan kecantikanku ‘dulu’.
Sekarang Coba ambil cermin dan tanyakan pada mereka sahabat, impian kamu terwujud..
Harapanmu menjadi nyata sekarang..
Aku tau kalian pasti senang karna sekarang kalian bisa ngewujudin mimpi kalian..
Tapi, apa kesenangan kalian harus tergambar dengan menjauhiku?
Apa sejahat itu kalian pada Sivia?

Grace, Vivi, Syifa, Lia, makasih ya udah ‘pernah’ jadi sahabat aku.
Makasih Udah pernah ngisi hari-hari aku.
Makasih Udah pernah buat hidup aku lebih berwarna, meski saat ini hanya hitam gelap yang menyelimuti hidup aku.
Makasih udah pernah jadiin aku orang yang special dalam hidup kalian.
Makasih , makasih .. banget:
Semoga.. kalian ngga akan penah nyesel ‘pernah’ mengenal aku ya .
Iloveyouso:’)”
Grace membacakan isi pada lembar terakhir diary milik Sivia ini dengan volume lantang. Membuat semuanya menjadi diam seolah ada guru yang mengajar saat ini:’
Dan tanpa instruksi, airmata telah mengalir derasmembasahi pipi chubby’nya. Bukan hanya grace, Vivi, lia, Syifadan teman kelas lainnya pun turut ikut mengeluarkan airmata. Sadar akan ‘betapa jahatnya mereka sekarang terhadap sivia’ mungkin:’

Grace segera menutup buku milik Sivia ini, dan tiba-tiba sebuah benda terjatuh dari dalam lembaran buku ini; grace segera membungkukan badannya guna memungut barang itu.

Grace kaget; ia begitu tercengang melihat sesuatu yang tadi jatuh yang tak lain adalah foto dirinya bersama keempat sahabatnya yang Sivia ambil saat perjalanan pulang sekolah beberapa bulan silam. Grace membalikan bagian depan foto itu, dan terpampang jelas sebuah tulisan tangan yang diketahui adalah tulisan tangan Sivia.

“28 Maret 2013-
 kalian ingat foto ini? foto ini adalah foto yang aku ambil sehari sebelum kecelakaan maut itu menimpaku. Foto yang menjadi kenangan terakhir kebersamaan kita. Kalian tau, Aku begitu merindukan momen ini. momen dimana kita masih bersama. Tak seperti sekarang:’)”
tangisnya semakin deras setelah membaca tulisan yang terdapat dalam bagian belakang foto ini; namun sesaat tangisnya agak mereda ketika mendengar tanda-tanda orang akan masuk dalam kelas ini

“Assalamualaikum”

Semua orang menatap kearah gadis yang saat ini berada diambang pintu. Dan dengan sekejap seluruh siswa telah menggerombol  mengerubungi gadis ini; gadis yang membuat mereka sekarang seakan dikepung oleh perasaan bersalah; gadis yang tak  lain adalah Sivia.

“Sivia.. maaf.. maafin kita yang udah njauhin kamu.. maaf:’(“ ucap Vivi, salah satu sahabat Sivia.

“iya vi, maafin kita.. ngga seharusnya kita njauhin kamu kaya gini. Kami semua sayang kamu via..” sambung Syifa
Gadis ini tak bergeming, masih tak menyangka akan apa yang ia hadapii saat ini; namun sesaat, gadis ini tersenyum..

“aku juga sayang kalian semua kok:)”

Semua saling memeluk satu sama lain, semuanya begitu terhanyut dalam suasana ini; suasana yang begitu mengharukan, suasana yang begitu menguras airmata; airmata kebahagiaan:’)

-Bukankah Allah pernah menjelaskan bahwa setiap kesabaarn pasti akan memperoleh hasil yang indah? Maka bersabarlah meski awalnya terasa sulit-

-ketika kamu akan menjauhi sahabatmu, ingatlah saat indah bersamanya..
  Ketika kamu akan membenci sahabatmu, ingatlah bahwa dia selalu ada dalam suka duka kamu..
  Dan  ketika kamu akan mengkhianati sahabatmu, ingatlah bahwa ia selalu mengalah demi kamu..”

                    The End

Selasa, 14 Januari 2014

Near. -Part3-


Near

PART 3.
Author : Hasri Imroatul Izza
Follow @izzayaaku
Tinggalkan jejak dengan like dan coment ya:) jangan jadi pembaca gelap:p


“ngga mngkin!! Ngga mungkin!! Ini ngga mungkinnn!!!! Tuhan ini ngga mungkin!!”

Seseorang berteriak tak beraturan didalam kamarnyaa. Lebih tepatnya dalam kamar mandi kamarnya. Ia terus mengatakan ‘ngga mungkin!!!’ apa yang terjadi?
Dari raut wajahnyaa, siapapun tau bahwa gadis ini sedang mengalami masalah yang besar. Yah. Sangat besar.

2jam berlalu, namun tangis gadis ini tak kunjung mereda. Bahkan semakin deras hingga sesenggukan. Matanya yang tengah sembab tak berhentinya menatap sesuatu yang ia pegang sedari tadi.  Benda yang membuat dia shock.stres.dan frustasi.
Ia sangat shock saat ini. Air shower yang tumpah membasahi tubuhnya tak mengurangi kesembab’nya saat ini. Ia terus menangis dan menangis mengetahui apa yang terjadi saat ini. Yah fatal memang.

Ia terus menjerit sepuasnya karna ia tau saat ini rumahny masih dalam keadaan sepi, orangtua nya sedang pergi mengurusi bisnis yang entah kemana, adik satu-satunya yang tak kunjung pulang sekolah sampai saat ini dan pembantu yang sedang izin pulang kampung untuk beberapa hari kedepan.


‘Tap Tap Tap’

Terdengar suara langkah kaki yang sepertinya mengarah kearah tempat yang saat ini gadis ini tempati. Ia pun segera meredakan eh lebih tepatnya mencoba memelankan tangisanya. Gadis ini berusaha untuk menghentikan jalur air mata yang sedari tadi tak hentinya dilalui oleh butiran-butiran airmata. Ia  menatap benda yang sedari tadi berada dalam genggamanya yang tak lain merupakan benda terburuk yang pernah ia temukan. Dengan cepat ia segera menyembunyikan benda ini pada kantong belakang pada celana yang ia gunakan saat ini.
Berharap siapapun tak akan pernah mengetahui akan hal ini.


**

Tak perlu menunggu waktu lama, seorang  pelayan melangkahkan kakinya menuju meja pojok kanan untuk mengantarkan pesanan pada meja no. 5 ini  yang tak lain adalah meja tempat Difa dan tasya sekarang.
Tanpa menunggu instruksi apapun, Tasya yang memang sedari tadi terlihat lapar segera melahap makananya dengan begitu lahap. Entah apa yang membuat gadis ini berubah menjadi  hewan liar(?) Sebegitu laparnya kah sampai ia melahap makananya hingga seperti ini? Entahlaah..

Mata Difa tak henti-hentinya menatap sosok yang berada didepannya ‘lagi’ . ia masih tak menyangka bahwa gadis yang berada didepannya saat ini adalah gadis yang telah ia kenal belasan tahun silam.

Melihat ‘cara’ makan Tasya yang sebegitu liarnya mampu membuat cacing yang sedari tadi bernyanyi-nyanyi riang didalam perutnya seakan telah lenyap dalam sekeja.  Ia tak henti-henti nya menatap dan mengerutkan keningnya-_-
Sedang tasya yang merasa seperti diliatin’pun merasa risih dan sesaat ia mendonggakan kepalanya guna menatapp sahabat yang menurutnyaa...aneh.

“lho kok lo ga makan malah ngeliatin gue?”
Tanya tasya karena dirinya merasa bahwa sosok didepannya tak melahap makanannya justru malah memandanginya. Entah ada yang salah atau tidak tasya tak tau.

“napsu makan gue ilang ngeliat cara makan lo yang kaya monyet ga makan satu bulan tau ga-_- lo laper apa doyan sih?”

“dua-dua nya :Dhehe”

Tasya kembali melanjutkan lahapannya guna menghabiskan makanan yang ada dihadapannya saat ini. Tasya memang seperti itu. Ia selalu tampil apa adanya. Selalu cuek masalah penampilan, dan tak memperdulikan bahwasanya orang disekitar memandanginya. Menurutnya, mereka yang memandanginya hanya ‘iri’ karena mereka tak berani melakukan apa yang Tasya lakukan saat ini. ‘bodo amat orang lain mau ngomong apa.toh ini hidup juga hidup gue’ kalimat itulah yang menjadi motto dalam hidupnya.
Sedang difa hanya memandangi Tasya dan sesekali menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya yang menurutnya ...’tak punya malu’ . meskipun seperti itu, Difa sama sekali tak merasa malu sedikitpun . karna difa tau, inilah Tasya , Tasya yang apa adanya.


“oh iya ini lo yang bayar kan semua?”
Tanya Tasya tiba-tiba pada Difa dengan mulut masih berisi santapan atau lebih tepatnya lahapan terakhir yang tersisa.

“telen dulu kek makananya”

Tasya segera mengunyah makanannya yang terakhir dan segera mengambil jus Alpukat yang tadi Difa pesan guna mendorong lahapan yang terakhir masuk dalam kerongkongannya dengan baik._.

“ini lo yang nraktir gue kan?”
Tanya Tasya ulang setelah mematiskan bahwa suapan yang terakhir kini telah masuk sempurna dalam perutnya
Sedang yang ditanya, hanya menganggukan kepalanya yang tak lain adalah menggantikan jawaban “iya”

“mbaa!!”
Panggil Tasya tiba-tiba pada pelajayan Restoran SeaFood ini. Entah apa yang ingin dia lakukan . sedang Difa hanya menatap tatapan heran pada sahabatnya yang satu ini.

“iyaa, ada yang bisa saya bantu?” ucap pelayan sopan.

“pesen Cumi bakar 2 ya mbaa, dibawa pulang.  jangan terlalu pedes. “

“apalagi?”

“Jus Melon 2”

“oke”

Terdengar langkah pelayan yang sedari tadi berbincang bersama Tasya melangkah menjauh dari meja no.5 ini. Tasya kembali duduk bersandar dan menyeruput jus Alpokat miliknya. Terlihat dari pancaran mukanya, ia terlihat santai. Seakan tak memiliki dosa sama sekali.

Disisi lain, Terlihat sekali dari raut wajah difa yang mulai memerah. Memancarkan aura yang begitu mengerikan. Ia terus menatap sahabatnya yang terlihat seolah tak memiliki dosa ini  dengan pancaran mata kesal. ‘Bagaimana mungkin Tasya bisa seenaknya memesan seperti itu?’ Ah benar-benar edan.

“maksud lo apa sih main pesen gitu?”

“ya kan tadi lo bilang lo laagi nraktir gue kan?”

“ngga gitu juga! Kalo uang gue ga nyukup gimana?”

“derita lo”

“cssshhhhhh!!! Lo tuh ya!”

“biasa aja keles-_- lagian lo kan anak pengusaha terkenal, tinggal gesek juga keluar tuh duit”


“ya kan tapi..”

“lagian juga itu buat nyokap sama kak Shila. Lo kan jarang-jarang tuh mbeliin makanan ke nyokap gue. Udah sih ah. Pelit amat jadi orang”

“yayayayaya”

Difa mencoba mengalah. Difa tau jika sudah adu mulut seperti ini Tasya mana mungkin bisa dikalahkan olehnya. Difa mengeloskan nafas-nafasnya berkali dan sesekali menatap sekumpulan uang berwarna merah yang tersusun rapi dalam dompet hitamnya. Saat ini ia tau akan mengikhlaskan  belasan uang merah miliknya ini akan beralih tangan pada orang lain.

Dua sejoli ini melangkahkan kakinya menuju kasir guna membayar apa yang telah mereka pesan tadi. Selesai membayar kan sejumlah uang mereka menuju ke arah pintu restoran untuk keluar dari Restoran

‘Tap Tap Tap’

Suara sepatu yang saling beradu dengan tanah seakan mampu memecahkan keheningan padamalam hari ini. Malam? Yaah. Waktu seakan terasa cepat sekali berlalu jika dua orang ini bersama.
Langkah kaki mereka   berhenti pada parkir motor mall yang terletak persis didepan Restoran ini. Tak perlumenunggu waktu lama, Difa telah bertengger pada cagiva miliknya. Disusul dengan Tasya yang kemudia langsung menduduki ruang kosong pada bagian Jok Motor milik Difa.

‘BRRRMMM’

Cagiva ini melaju cepat ditengah hiruk piuk kota Jakarta ini. Difa meliuk-liukan motornya dengan begitu piawainya.Ramainya dunia malam ibukota tak menghalangi kecepatan laju Cagiva Difa sekarang. Karna  Ia dengan lihai’nya mampu menyelip kendaraan-kendaraan yang menurutnya ‘mengganggu’.Sedang Tasya, ia mau tak mau  melingkarkan kedua tangannya pada perut difa  karna hanya dengan cara seperti inilah dia terhindar dari bahaya jatuh dari motor._.


**
“Shilaa!! Shilaa”

‘Tap Tap Tap’

Suara langkah kaki wanita paruhbaya ini segera menuju anak pertamanya, yang seedari tadi diteriaki tak ada jawaban sama sekali. Ia melangkahkan kaki setapak demi setapak.

‘Cklek’
Suara gagang pintu telah berbunyi. Yangmenandakan  berarti wanita ini sudah berada dalam kamar anak pertamanya, Shila. Ia terus memanggil nama anak pertamanya yang ia cari. Namun nihil. Lagi-lagi Tak ada respon.

Mata ibu dua anak ini mengarah pada pintu kamarmandi anaknya. Entah kenapa feelingnya mengatakan bahwa anaknya Shila ada dalam sana. Ia pun segera melangkahkan kakinya menuju kamar mandi yang dimaksud.


“Astaghfirullah Shila!! Apa-apaan sih kamu ini naak!!! Kamu bisa sakit kalo kaya gini!!”

Bukan kelembutan yang diterima oleh gadis yang tak lain shilla ini, malah justru suara yang begitu lantang yang dikeluarkan oleh wanita paruhbaya yannnng tak lain ibunya sendiri. bukan malah tangisnya reda,  tangis shila justru semakin deras ketika mengetahui bahwa ibunya ‘malah membentaknya’
Wanita ini segera menutup keran shower yang sedari tadi mengguyur tubuh anakpertamanya ini. Dan dengan sigap ia segera membangunkan Shila agar keluar dari tempat ini.

“ayo sayang bangun, kamu kenapa sayang?”
Nada yang tadinya terkesan kasar dan membentak, kini berubah dengan nada halus dan lembut. Mungkin karena melihat mata anak nya yang semakin mengeluarkan air.
Shilla segera bangun dari tempatnya saat ini dengan dibantu oleh orang yang saat ini bersamanya yang tak lain ibu kandungnya. Namun...

‘Trak’

Suara seperti benda jatuh membuat kedua wanita ini mengarahkan matanya ke arah bawah. Mata shila membulat sempurna. Jantungnya berdetak 50x lebih cepan dari biasanya. Saat ini ia hanya bisa berharap. Berharap bahwa mamahnya tak melihat atau bahkan tak peduli tentang suatu benda yang jatuh barusan. Matanya masih terpejam.

Shilla masih terus berdoa agar sang mamah tidak penasaran atau bahkan tidak mencari tau benda apa yang terjatuh tadi. Namun naas. Semua tak seperti apa yang shilla harapkan. Wanita paruh baya ini berjongkok dan terus mencari tau benda apa yang tadi terjatuh. Mata wanita ini membulat ketika menangkap sesuatu benda yang menurutnya adalah benda yang terjatuh barusan.
Tangan kanannya segera mengambil benda yang dimaksud tersebut. Air mukanya secepat kilat berubah merah padam layaknya seekor singa yang hendak menerkam puluhan Rusa.

“Shila, ini apa shil?!”

Tanya sang mamah seraya menunjukan benda yang tadi dipungutnya. Benda yang mampu membuat sang mamah shock. Benda yang tak lain dan tak bukan adalah Test Pack, alat tes kehamilan. Sang mamah masih terus menatap mata anaknya yang masih terpejam, dan dari pancaran matanya terlihat sekali bahwa tatapan ini menunjukan pada Shilla unntuk menjelaskan apa yang telah terjadi pada anak pertamanya ini. Sedang yang ditanya, ia sama sekali tak sanggup untuk mengeluarkan sepatah katapun. Bibirnya seakan keluh untuk berucap meski hanya sekedar satu huruf saja.

“Shila!! Jawab pertanyaan mamah!!”

Ucap sang mamah kedua kalinya karna sampai saat ini sang anak belum mengeluarkan sepatah katapun.

“maah :’( maaf.. shila.. shila.. shila ngga bermaksud buat mamah kecewa.. shilla hanya dipaksa mahh:’( maaf mah maaf:’(“


‘Plak’

Sebuah tangan mendarat dengan keras pada pipi gadis ini. Shila yang mendapati sebuah tamparan dari sang mamah hanya bisa meringis kesakitan;

“siapa yang ngelakuin ini sama kamu?!! Siapa?!! Roy? Apa dia yang beraninya ngelakuin ini sama kamu? Iyaa?!!!! Dasar anak ngga tau diri!!!”


Amarah sang mamah telah meledak hebat. Mukanya memerah padam. Membuat siapapun yang melihat pasti akan lari ketakutan. Sedang Shila? Ia hanya bisa menangis, menangis dan menangis menerima apa yang saat ini ia rasakan.

‘Plak’  untuk kedua kalinya sebuah tamparan keras harus kembali mendarat pada pipi kiri Shila.
“nggausah sok cengeng!! Siapa yang ngehamilin kamu? Siapa?!! Roy pacar kamu?  Csshhh. Beranisekali dia menyetubuhi kamu!Brengsek!!”


“Roy orang baik mah, bukan dia yang ngelakuin ini. Tapi om Alex!! Selingkuhan mamah!! Shila diperkosa sama om Alex mah:’( shila diperkosa!!!“

Dengan susah payah gadis ini mengatakan kalimat itu. Ia tau apa akibatnya jika ia mengucapkan kata itu, ia tau bahwa sang mamah akan ‘lebih menakutkan’ setelah mendengar apa yang telah ia lontarkan tadi. Dan benar saja ..

‘Plak’ sebuah tamparan mendarat untukkesekian kali pada pipi Shila. Bahkan tamparan yang mamahnya berikan saat ini jauh lebih keras dari tamparan-tamparan sebelumnya.

“lancang sekali mulut kamu! Mana mungkin alex bisa tergiur dengan tubuh cungkring kamu! Mana mungkin!!”


**
Sebuah Cagiva merah telah berhenti di depan rumah besar bercat putih . Seorang gadis cantik segera turun dari motor cagiva milik sahabatnya ini. Dan segera membuka gerbang rumahnya untuk segera memasuki surga dunianya yang tak lain Rumahnya. Ia tak sabar untuk menemui sang kakak untuk segera menyerahkan ‘cumi bakar’ kesukaan kakaknya.

“bagus banget ya padahal udah ditolong, dibeliin baju, ditraktir tapi sama sekali ngga ngucapin ‘makasih’”

Langkah sang gadis yang tak lain Tasya segera berhenti ketika mendengar ucapan Difa yang menurutnya mengganggu pendengarannya. Ia segera membalikan tubuhnya dan segera melangkahkan kakinya pada sosok yang telah mengantarkannya saat ini.

Bersambung..

Kritik dan sarannya ditunggu :D

Don't Be Let Go ! LastPart



Don't Be Let Go !

Part 2 LastPart.

Sesampainya dirumah, aku langsung menuju kamarku. Aku memandangi diri sejenak didepan cermin. Lalu kemudian aku tersenyum. 
Aku senang~ hari yang menyenangkan menurutku. Dimana seorang Rafi mengantarkanku pulang. Ah. .aku harus menuangkan ini dalam coretan diary’ku. Aku membuka tas ku berniat mengambil diary tersayangku yang rasanya tadi pagi aku bawa kesekolah. Namun..Tidak ada! Aku mencari lagi pada meja belajar, kolong tempat tidur, bahkan dalam lemari pun aku cari. Namun nihil. Diary ku tak kunjung ketemu.

Aku segera mengambil ponselku. Mencari sebuah nama dalam daftarkontakku. Lalu mengetikan beberapa kalimat lalu segera ku tekan tombol send. Tak lama, ada 1pesan masuk di ponselku. Balasan Dari seseorang yang aku sms tadi yang tak lain diana. Aku menanyakan perihal Diary ku . namun sama hal nya. Diana tak melihat Diary ku dimana.
Aku semakin tak tenang. Fikiranku kemana-mana. Bagaimana jika Diaryku berada ditangan orang yang jail lalu menyebarkannya kesemua orang?bagaimana jika diaryku sekarang berada ditangan orang yang tak suka denganku? Bagaimana jika nanti saat disekolah mading penuh dengan kertas kertas dari diaryku? Dan bagaimana pula jika Rafi mengetahui hal ini? Mau ditaruh dimana mukaku? Ah.aku benar benar tak tenang. Namun, aku bertekad mencari diaryku ini sepulang sekolah besok. Terlalu lelah memikirkan ini, akupun perlahan tertidur.

Keesokan harinya sepulang sekolah, aku meminta di temani diana buat nyari Diary ku. Aku berharap jika Diaryku tertinggal dikellas dan tak ada seorangpun yang melihatnya. Aku terlalu takut jika ternyata ada seseorang yang membaca diaryku. Bahkan terlebih jika yang menemukan Diaryku orang yang selalu aku tulis dalam diary yang tak lain Rafi. Aku takut itu terjadi.
Aku dan Diana berpencar mencari Diaryku diruang kelas. Diana mencari pada deretan kanan, sedang aku mencari pada deretan kiri.

“gimana na?” tanyaku

“nggada din, kamu yakin kemarin kamu bawa kesekolah? Kamu lupa naruh mungkin din..”

“engga na, aku yakin banget aku bawa diary itu kemarin. AaaaL

“kalian kok belum pulang?” tanya seseorang
Aku segera melirik sumber suara. Berdiri seseorang yang masih terjaga ke’Cool-anya. Orang itulah – Rafi–

“oh ini, dinda lagi nyari..” ucap Diana yang segera kupotong

“Diana!!!!! “ segera kupotong omongan Diana sebelum ia keceplosan mengatakan yang sebenarnya.

“oh ini raf, aku Cuma lagi nyari buku yang kemarin ketinggalan” dustaku

“kamu nyari ini?” Aku kaget!Rafi?  dia datang tiba tiba dan dia membawa..buku diaryku! Aku shock! Bagaimana mungkin diaryku berada ditangan dia?bagaimana mungkin ?aku hanya berharap Rafi belum bahkan tidak membacanya . karna kalau ia membacanya?ia mengetahuinya?matilah sudah kau dindaaaaaa !!

“lho.. kok bisa dikamu Raf?” tanya diana penasaran

“iya, kemarin pas kamu nyuruh aku buat ngambilin tas Dinda, aku ngga sengaja nemu ini dilaci meja kalian, aku bawa aja deh”

“belum kamu baca kan?” tanyaku . Rafi diam untuk beberapa saat. Aku berharap, ia mengatakan belum. Iya aku harap ia mengatakan apa yang aku inginkan.

“belum kok”

“huh, syukurlah~”  Aku lega mendengar ucapan rafi .

“belum 2kali maksdnya:D” sambung Rafi kembali

“HAHH?!!!”  aku shock! Aku kaget!aku malu! Mau ditaruh dimana mukaku ini? Aku hanya bisa melongo. Membuka mulutku lebarlebar. Aku tak menyangka apa yang aku takutkan semalam ternyata terjadi. Aku sungguh tak menyangka. Bagaimana aku tidak shock? Dalam diary itu, banyak sekali coretan coretanku tentang Dirinya , banyak pula puisi yang sengaja ia buat hanya untuknya, juga fotofoto colongannya yang aku simpan dalam tiap lembar diary. Dirinya yang tak lain –Rafi–  namun orang yang aku tuliskan dalam diary membacanya
Rafi menyodorkan tangannya dengan maksud untuk mengembalikan bukuku ini.  Namun aku? Aku belum bisa bergeming sedikitpun dari posisiku sekarang. Masih dalam mata melebar dan mulut yang agak menganga.

“tak usah seperti itu, aku udah tau semuanya”  ucap Rafi membangunkanku dari ketidaksadaran itu. Aku diam, aku masih diam .

“kenapa kau tak pernah bilang padaku?kenapa kau memilih memendam semua?dalam diary itu, tertulis bahwa kamu menyimpan rasa padaku saat pertama kali bertemu, yang tak lain saat kau membuat aku tak lagi benci akan hujan 3tahun yng lalu. Bagaimana mungkin aku mengetahui bahwa kamu menyimpan rasa padaku saat itu jika saat ‘kejadian’ itupun kamu begitu cuek, begitu tak banyak bicara? Tenyata memang benar. Wanita memang begitu ahli dalam masalah menyembunyikan perasaanya.. seperti kamu sekarang ini, dindaa”

Aku masih terdiam, mendengarkan, mencerna semua kata demi kata yang keluar dari mulut Rafi. Ingin rasanya aku mengatakan “aku yang pandai menyembunyikan perasaan atau memang kamu yang tak pernah peduli? Aku takut jika aku mengatakan ini semua, kamu akan pergi meninggalkanku. Aku takut itu terjadi rafi..!”  namun apa daya, mulutku sampai sekarang terasa sangat kaku untuk digerakkan. Akupun lebih memilih untuk diam dan mendengarkan semua apa yang dikatakan Rafi.

“kau tahu dinda..”

“aku juga menyimpan rasa padamu semenjak kejadian beberapa tahun silam” ucap Rafi meneruskan omongannya yang sempat menggantung tadi.

“hanya kamu yang berhasil membuat aku tak lagi benci air hujan dinda, hanya kamu yang bisa menyadarkanku betapa Indahnya Hujan, hanya kamu yang berhasil menyadarkanku  betapa nyamannya Hujan . hanya kamu dinda..itu yang membuatku jatuh cinta padamu”

“Tapi saat itu kau begitu pandai menyembunyikan semua perasaanmu. Aku tahu aku pengecut din, aku takut jika aku mengatakan perasaanku padamu, kau akan pergi jauh meninggalkanku. Aku takut itu terjadi dinda..”

Oh Tuhan! Bagaimana mungkin?itulah kalimat yang ingin aku katakan paadanya saat ini. Namun kenapa malah dia juga mengatakanya? Apa yang terjadi Tuhan? Mimpikah ini? Tuhan! jangan Bangunkan aku sekarang jika memang ini semua mimpi. Aku tak ingin jika aku bangun harus menerima suatu kenyataan yang berbanding terbalik dengan ini semua.

“saat kamu menelfonku malam-malam.. aku tahu bahwa saat itu yang menelfonku kamu dinda. Aku telah  lama menyimpan nomormu sebelum kamu mengetahui nomorku. Namun aku berusaha berpurapura seperti ibarat aku benarbenar tak mengetahui nomormu”

“Tahukah kamu dinda, bukan hanya kamu yang selama ini mencintai dalam diam. Aku pun!  Bukan hanya kamu yang selalu memerhatikan tapi tak diabaikan. Aku juga!setiap hari sedang hujan, aku tahu kamu selalu berada dibalik jendela kamarmu , menikmati indahnya hujan. maka dari itu,setiaphujanlah aku selalu kerumah kaamu, berdiam dibalik pohon mangga depan rumahmu . Aku memandangi raut wajah kamu saat kamu sedang menikmati betapa indahnya hujan. aku memerhatikanmu dan kamu tak pernah tau itu!”
Sekujur tubuhku bergetar hebat mendengar pengakuan Rafi ini. Bagaimana bisa?dia juga merasakan apa yang aku rasa? Perlahan, benih air menetes dari kelopak mataku. Aku menangis.

“Dinda.. will you be mine?”
Aku shock. Aku kaget. Mataku melebar kembali. Lebih lebar dari sebelumnya. Bagaimana tidak? Seorang rafi , orang yang aku sayang 3tahun ini sekarang sedang bertekuk lututdidepanku menggengggam tanganku dan mengatakan kata itu. Perlahan, aku anggukan kepalaku . ia memeluku. Aku terisak dalam dada bidangnya~


Tak terasa, 2 bulan sudah hubunganku dengan  Rafi terjalin. Aku senang~ tak lupa bersyukur paada Tuhan Yang maha Esa. Namun, semakin kesini aku 3x lebih sering pinsan dari sebelumnya. Dan perlahan, aku rasakan rambutku merontok sedikit demi sedikit. Aku teriak. Aku histeris. Mamah langsung membawaku ke rumah sakit.

Aku menangis. Menangis mendengar apa yang dokter katakan padaku tentang penyakitku. Aku shock mendengar ucapan dokter yang mengatakan bahwa aku menderita Tumor Otak stadium akhir. Terlebih saat dokter mengatakan bahwa aku telah divonis menderita penyakit ini 6bulan lalu. Aku kaget, enam bulan yg lalu? Bukankah itu telah lama? Namun kenapa aku justru malah tak pernah mengetahuinya? Aku teriak memanggil mamahku. Menanyakan apa yang terjadi sebenarnya, menyanyakan apa yang selama ini mamah sembunyikan dariku. Mamah menangis.

“maafin mamah sayang, mamah salah, mamah sengaja menyembunyikan ini semua. Mamah ngelakuin ini semua demi kamu , mamah tak mau jika kamu harus memikirkan penyakitmu” mamah memelukku. Mamah tak salah, ia berniat baik melakukan ini semua dan aku tak berhak marah pada mamah. Inilah takdirku.
Tak lama, seorang dokter memasuki ruangan ku. Mamah menanyakan perihal penyakitku, namun sang dokter hanya menggeleng dan menjawab “maafkan saya bu, saya sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tumor pada diri anak ibu telah ganas. Jika kita mengangkat tumor itu, itu sangat membahayakan putri ibu”

“lalu bagaimana dengan hidup putri saya dok? Masih bisa dibantu dengan obat yang kemarin kan?”

“obat yang mana maah?” tanyaku penasaran

“obat yang selalu kamu bawa sekolah itu obat penunjang hidup kamu sayang, maaf mamah harus membohongimu”
Aku terdiam~ jadi selama ini, obat itu obat Tumor ? kenapa aku begitu tak mengerti? Seharusnya aku tau bahwa darah rendah tak perlu meminum obat setiap saat. Namun kenapa aku baru mengetahuinya sekarang? Kenapa aku begitu bodoh ?ini semakin rumit.

“obat itu hanya bisa digunakan maksimal 6bulan.dan ibu telah menggunakan obatitu selama 6bulan.” Jelas dokter

“jadi, apa yang harus aku lakukan dok? Sembuhkan anak saya dok saya mohon”

“kita berdoa pada yang kuasa aja bu”
Aku menahan semuanya. Tubuhku bergetar hebat. Benih benih air telah menumpuk pada kelopak mataku. Dan sesaat, benih benih air ini pun terjun membasahi pipiku

“waktu saya tinggal berapa hari dok?” ucapku dengan sisa sisa suaraku

“waktu saya tingga berapa hari dok?!!” aku ulang pertanyaanku yang belum mendapat jawaban dari dokter

“kurang lebih 7hari” ucap dokter menundukan kepalanya
Aku teriak. Aku histeris. Aku mengeluarkan semua airmataku. Aku memeluk mamah. Aku terisak dalam dekapan mamah. Aku masih belum bisa menerima ini semua. Bagaimana tidak? Baru 2bulan lalu aku merasa senang karna rafi membalas cintaku . namun kenapa sekarang malah aku divonis tingal 7hari masa hidupku? Hidup begitu tak adil menurutku.
Perlahan, tangisku mulai mereda. Aku mulai tenang.  Aku tahu Allah punya rencana yang baik dibalik ini. Dan inilah takdirku, Takdir tetaplah Takdir. Aku menyuruh mamah berjanji agar tidak memberitahu ini terhadap Diana maupun Rafi. Aku memang bertekad untuk menghadapi ini sendiri. Aku tak ingin membuat mereka khawatir terhadapku. Bukan karna aku jahat aku tak memberitahu perihal ini kepada mereka. Tapi justru karna aku sayang mereka. Aku tak ingin mereka terbebani hanya karna masalah penyakitku. .

 Semenjak pemvonisan itu, aku menjalani hari hari dengan semangat seperti biasa. Aku tak ingin membuat sahabatku Diana dan kekasihku Rafi  curiga tentang apa yang terjadi denganku. Namun, semenjak kejadian pemvonisan itu, aku jauh lebih sering menghabiskan waktuku dirumah. Aku lebih senang menghabiskan sisa hidupku untuk membbantu mamah dan menuliskan coretan-coretan pada diaryku selagi aku tak bisa lagi membuat coretan coretan lagi.

Aku memandangi diri didepan cermin, memandangi beberapa helai rambut yang masih tersisa pada rambutku. Kepalaku telah tak berambut lagi. Hanya tersisa beberapa helai saja. Aku memandangi foto yang tertempel didinding kamarku, foto diriku bersama diana. Dalam foto itu, aku tersenyum ceria diatas sepeda kesayanganku mengenakan baju pink pembelian almarhum ayah, dengan rambut lurus terurai . kulihat pula foto yang sengaja kutaruh pada meja belajarku. Foto dimana Rafi sedang merangkulku penuh cinta. Dan dalam foto itu aku tersenyum , senyuman yang tanpa beban.  airmata ku perlahan jatuh. Aku rindu saat saat seperti itu. Saat dimana aku dapat tersenyum tanpa memikirkan penyakitku , saat dimana aku dapat kembali merawat rambut panjangku,
saat dimana aku bisa bermain dengan Diana tanpa memikirkan penyakitku, juga saat dimana aku bisa menjalankan harihariku dengan penuh keceriaan.

Aku rindu saat saat itu Tuhan, kenapa begitu cepat kebahagiaan itu berakhir? Aku mengusap air mataku. Aku tak boleh terusterusan seperti ini. Aku harus kuat. Dinda wanita Strong! Aku mengambil buku diary, dan kutuliskan beberapa kalimat yang bisa jadi menjadi coretan akhirku.

*****
Hari ini, tepat 7hari setelah vonis itu dijatuhkan. Yang berarti, hari ini pula hari dimana aku terakhir merasakan indahnya hari. Aku ingin menghabiskan waktuku untuk memandangi, menikmati indahnya langit beserta isinya. Aku ingin menghabiskan sisa waktuku bersama dengan orang orang tersayangku. Aku inginmereka berada didekatku saat aku menghembuskan nafas terakhirku. Dan aku ingin membuat mereka tersenyum dihari terakhirku.
Rafi melangkahkan kaki ke arah kelas ku, lalu kemudian menghampiri aku. Rafi menghampiriku dengan maksud untuk berpamitan dan memintaku untuk mendoakannya karna hari ini juga ia akan mengikuti LCC di SMA 99 Bandung. Aku memegang erat tanganya. Aku tak ingin ia pergi. aku ingin dia ada disisiku saat ini.

“jangan pergi”

“aku ngga kemana-mana kok sayang, aku Cuma mau lomba . sepulang sekolah aku langsung kesini kok:)

“aku mohon jangan pergi raf, aku mohon”

“aku harus lomba dinda, aku janji bakal kesini sepulang lomba”

“jangan pergi plis aku mohon, aku ingin kamu tetap disini”

“bagaimana dengan lombaku? Aku begitu menantikan lomba ini din. Kamu jangan egois seperti ini”

“selama ini aku ngga pernah minta apapun dari kamu, sekarang aku Cuma minta kamu jangan pergi raf, aku Cuma minta kamu disini.”

“bagi siswa yang akan mengikuti  LCC, harap segera kumpul di aula sekolah. Terimakasih”  terdengar pengumuman yang memerintahkan para pengikut lomba termasuk Rafi berkumpul. Aku mendengar pengumuman itu, aku juga tau Rafi akan mengikuti lomba, namun aku belum kunjung melepaskan tangan Rafi. Aku tau saat ini memang egois. Tapi aku ingin Rafi ada disini saat ini. Aku ingin dia menemaniku disisa sisa hidupku. Aku hanya ingin itu.
“dinda, kamu nggaboleh gitu. Kamu jangan egois, kasian Rafi.. dia begitu menanti nanti saat saat lomba seperti ini. Biarkan dia pergi din..” ucap Diana yang akhirnya ikut membuka suaranya
“engga! Aku nggamau kamu pergi, aku mohon tetap disini raf. Aku mohonn” ucapku dengan mata berkacakaca

“DINDA! Kamu ini apa-apaan sih? Hari ini aku harus lomba. Bukankah kemarin kemarin kamu begitu mendudukungku mengikuti LCC ini? Tapi kenapa sekarang kau malah melarangku pergi?”

Aku menangis. Baru pertama kali Rafi membentakku. “Memang, saat itu aku begitu mendukungmu mengikuti lomba ini. Tapi kenapa pelaksaan lombanya harus sekarang?disisa waktuku? Taukah kamu, ini adalah hari terakhirku. dan aku Cuma ingin mengahabiskan umurku dengan kalian. Bagaimana jika saat kau pulang nanti aku sudah tak lagi bernafas? Aku Cuma ingin kamu menemani sisa sisa hidupku . aku hanya ingin itu” . aku hanya dapat mengatakan itu dalam hati.

“aku takut aku tak bisa melihatmu lagi” ucapku dengan terisak. Rafi merasa bersalah. Ia memegang erat bahuku. Menatap mataku lekat-lekat

“tenanglah sayang, aku janji aku akan baik baik aja. Aku janji selesai lomba nanti aku segera kesini membawa medali untukmu. Aku janji dinda.. sekarang, izinkan aku pergi yaJ
Mau tak mau, aku pun melepas genggaman tanganku dari tangan Rafi. Begitu berat aku melepaskannya. Aku sangat takut jika aku tak bisa melihatnya terakhir kali. Setelah kepergian Rafi, aku masih menangis. Diana sahabatku lah yang setia menemaniku, memelukku dengan penuh sayang. 

Namun sesaat , kepalaku pusing. Dan perlahan semua hitam dan.. aku terjatuh dalam pelukan diana.
Diana panik, ia memerintah anak-anak yang lain memopongku ke rumah sakit. Aku memasuki UGD. Tubuhku dihubungkan oleh selang-selang dokter. Aku terdiam kaku. Sementara sang dokter sedang berusaha menyelamatkanku. Diluar ruang UGD, ada Diana juga mamah yang telah diberitahu oleh diana sebelumnya. Mereka menangisiku. Berdoa kepada sang kuasa demi keselamatanku.
Aku sedang bergelut dengan penyakitku. Aku tak tahu apakah aku masih akan diberi kesempatan untuk hidup atau memang Tuhan ingin menemuiku. Monitor medis yang terhubung dengan tubuhku telah membentuk sebuah garis lurus. Dokter panik, mereka segera mengambil alat pemancing detak jantung untuk memancing detak jantungku agar kembali berdetak. Sudah 5kali dokter berusaha. 

Namun naas. Aku masih tetap diam.  Tak bergeming sedikitpun. Dokter pun mulai menyerah dan artinya.. Tuhan memang benar benar ingin bertemu denganku.
Dokter keluar Ruangan dan segera memberitahu apa yang terjadi terhadapku. Dokter memberitahu ini dengan wajah menunduk. Ia merasa bersalah karena tak dapat menyelamatkanku. Namun sekali lagi, takdir tetaplah takdir. Orang-orang terdekatku menangis histeris mendengar apa yang dikatakan dokter. Terlebih lagi dengan mamah . mamah langsung down begitu mendengar bahwa aku –anak semata wayangnya– telah tiada. Ingin sekali aku bangun dan mengusap air mata mereka. Namun apa daya, alam kita telah berbeda.

Ditempat lain, Rafi melangkahkan kakinya kearah sekolah menenteng medali yang ia kalungkan pada leher.  Disepanjang koridor, ia merasakan nuansa duka pada orang2. Namun, ia tak memikirkannya. Yang ia fikirkan saat ini hanya satu. “DINDA” . ia mempercepat langkahnya memasuki kelasku –dinda–. Sesampai dikelas , rafi tak mendapatiku. Yang ia dapati hanya orang orang sedang terisak. Ia pun penasaran, ia menanyakan dimana dinda. Namun sayang~ tak ada jawaban apapun dari mereka. Sesaat, ponsel rafi berdering. 1massage dari Diana “Cepet ke Rumah Sakit Harapan skrg jg Raf! Gausah tanya dulu.nanti aku jelasin” seperti itu isi dari pesan yang dikirimkan diana. Tanpa babibu , ia segera mengambil motornya dan segera menuju keRumah Sakit.
Sesampainya dirumah sakit Ia melihat sosok Diana beserta guru2 di UGD. Rafi melihat mereka sedang terisak. Rafi mendekati Diana  dan mencoba menanyakan apa yang terjadi sebenarnya. Diana tak menjawab, ia justru malah mengajak rafi memasuki ruang UGD.
Disana, Rafi melihat aku. Melihatku dengan keadaan yang telah dingin kaku.Melihatku dengan keadaan tak memiliki sehelai rambutpun. Melihatku dengan keadaan yang telah tak bernyawa. Tubuh rafi bergetar hebat, dan perlahan Air bening menetes dari kelopak matanya. Rafi menangis, ia tak menyangka bahwa tubuh kaku yang sekarang berada dihadapannya itu tubuhku.

“Dindaa...inikah kamu? Bangun din! Nggausah bercanda ah. Nggalucu. Liat nih aku bawa medali, aku menang lomba din..”

“dindaa.. bangunnn!!”

“dinda udah pergi Raf” ucap sahabatku diana

“pergi?HAHA kenapa kamu pergi? kenapa secepat ini? lihat din, lihat! Aku bawa medali buat kamu! Aku menang din.. aku menang. Ini yang kamu kasih ?ini hadiah kamu?yang aku ingin itu ucapan selamat dari kamu din, bukan tubuh kaku kamu kayak gini! Aku nggabutuh! Bangun dindaa bangunnnL

“Raf, tenang raf, tenang .. ikhlasin dinda raf, biarkan dinda tenang” ucap Diana sahabatku

“apa yang terjadi dengan Dinda na? Perasaan waktu aku mau lomba dia baik-baik saja, tapi kenapa sekarang?aaaah!!”

“ada sesuatu yang dinda sembunyiin dari kita semua. Kamu baca aja ini . aku nemuin itu di tas dinda” Diana menyerahkan sesuatu pada Rafi yang tak lain adlah buku Diaryku. Rafi coba membuka pada bagian paling akhr. Dimana coretan itu aku tulis tadi pagi saat akan berangkat sekolah.

“Dear diary,
 7hari yang lalu, aku divonis dokter menderita Tumor Otak ganas. Aku tak pernah menyangka bahwa aku akan menderita penykit mematikan seperti ini. Seiring berjalannya waktu, rambutku sedikit demi sedikit rontok . Dan akhirnya.. seperti ini. Seperti yang terjadi saat ini. Aku telah tak memiliki rambut sehelaipun. Namun tak apa, beruntung aku mengenakan jilbab kesekolah~ dengan begitu, aku bisa menyembunyikan ini dengan tenang. Menyembunyikan dari semua orang termasuk Diana dan Rafi. Maaf na, Raf, aku terpaksa menyembunyikan ini dari kalian. Aku melakukan ini bukan karna aku jaht. Namun karna aku tak mau kalian menjadi terbebani dengan penyakitku ini. Aku tak ingin kamu juga merasakan apa yang aku rasa. Biar aku sendiri saja yang menghadapi ini. Karna inilah takdirku.
Telah 7hari sudah aku divonis untuk hidup. Dan artinya, hari ini hari dimana aku untuk terakhir kalinya menikmati udara . Diana sahabatku, Rafi kekasihku dan Mamah malaikatku. Aku tak ingin meninggalkan kalian secepat ini. Aku ingin terlebih dahulu membuat kalian bahagia.. aku ingin hari ini, hari terakhirku aku dapat  menghabiskan waktuku dengan kalian. Orang-orang tercintaku. Aku ingin mereka berada didekatku saat aku menghembuskan nafasku untuk yang terakhir kalinya.
Tuhan, aku mohon dihari terakhirku ini aku bisa membuat orang-orang tercintaku bahagia
Tuhan, aku mohon jangan kau beri penyakit sepertiku pada orang-orang tersayangku
Tuhan, aku mohon jagalah orang-orang tersayangku dari segala malabahaya
Tuhan, tolong sampaikan pada mereka bahwa aku selalu menyayanginya.
Diana, Rafi.. mungkin setelah ini aku tak bisa lagi menemani hariharimu, tak bisa bersenda gurau dengamu, tak bisa lagi menghapus air matamu, namun percayalah.. aku akan selalu menyayangimu dimanapun aku berada. Terimakasih telah mau mengenalku J
Salam sayang.Dinda Anatasya”

Rafi menangis, kali ini lebih terisak dari sebelumnya. Aku melihat mereka. Aku melihat diana Rafi menangis. Aku melihat mereka, namun mereka tak melihatku. rasanya ingin sekali aku menghapus airmatanya . namun apa daya, itu tak mampu kulalukan. Alam kita telah berbeda.

Hari ini juga prosesi pemakamanku dilaksanakan. Setelah dimandikan,   Tubuhku dibungkus oleh selembar kain putih.  Yang kemudian disholati.
Setelah disholati, aku segera dibawa dengan menggunakan keranda kearah Rumah Abadiku –Tempat Pemakaman Umum– Tubuhku dimasukan secara perlahan kearah lubang yang telah disiapkan.  Kemudian ditutup lagi oleh gundukan tanah. Tak sedikit orang menangis saat tubuhku mulai ditutup oleh gundukan tanah. Aku pun tak menyangka, bahwa ternyata orang yang menyayangiku begitu banyak.

Aku melihat mamah menangis dengan sisi kanan Rafi, dan sisi kirinya Diana. Mereka menangisiku. Menangisi kepergianku.
Setelah sang ustad membacakan doa terakhir untukku, bergantian orang meninggalkanku. Tinggal tersisa Diana dan Rafi. Mereka masih berada digundukan tanahku. Mereka menangis. Mereka masih ingin berada disini. Ditempat ini, tempat keabadianku~

Aku melihat mereka, melihat bahwa mereka menangisiku. Ingin sekali aku menghampiri dan menghapus air mata mereka. Namun aku tak bisa~
“jangan menangis sayang, saat ini kalian memang tak lagi bisa bersamaku. Tak bisa menikmati hari bersama. Tak bisa bersendera gurau bersama. Tak bisa lagi menikmati hujan bersama. Tapi percayalah, aku selalu ada disini. Di relung hati terdalam:)

Tamat.