Sabtu, 12 Maret 2016

Keluargaku, Harapanku.(Karya Hasri imroatul Izza)



Namaku Alyssa Putriana Haling, atau orang-orang biasa memanggilku Alyssa. Aku terlahir dari keluarga  Haling. Siapa yang tak kenal dengan keluarga Haling? Keluarga pemilik  puluhan perusahaan ternama yang tersebar diseluruh dunia. Ya, aku terlahir dari keluarga kaya raya yang sangat berkecukupan, bahkan harta keluargaku tidak akan habis sampai 7keturunan. Hidupku sangatlah sempurna secara materi. Aku anak kedua dan memiliki keluarga yang lengkap yang serba berkecukupan, bahkan aku tergolong gadis andalan disekolahku karena aku saat ini mampu menguasai 3 bahasa, yakni Indonesia, Perancis dan Inggris. Hal ini membuat teman-temanku iri mengenai hidupku. Namun mereka tak pernah tau, bagaimana hidupku ketika dirumah. Keluargaku memanglah lengkap, tapi mereka sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Bahkan aku sudah terbiasa hidup seperti ini, seperti tak memiliki orangtua.
Aku merupakan gadis aktif dan pandai bergaul. Namun sampai saat ini aku tak memiliki seorang teman dekat. Bukan karna apa-apa, aku hanya telah tebiasa sendiri, bahkan bangku dikelaspun aku rasa sendiri lebih baik. Namun itu tak menghalangi niatku untuk hanya berteman ria dengan teman sekelasku kala aku bosan, atau saat mereka membutuhkanku.

Hingga suatu pagi, kala langit telah menangis semenjak pagi buta, suara nyaring sepatu terdengar jelas ditengah derunya rintik hujan yang mengenai atap sekolahku. Terlihat sosok wali kelasku yang muncul dari balik pintu menggandeng seseorang ditangan kanannya. Sosok perempuan cantik berpakaian seragam sama sepertiku masuk dengan seutas senyum dari bibirnya, mencoba menyapa teman kelas barunya. Yap. Tebakanku tak meleset, kelasku mendapat murid baru, pindahan dari luar kota. Ia pun mulai memperkenalkan dirinya, dan kini aku mengetahui gadis baru itu bernama shinta. Dan benar saja. Bu guru sudah pasti meminta Shinta ini duduk bersamaku, karna hanya bangku sampingku lah yang tersisa. Meski sebenarnya aku lebih suka sendiri, namun aku tak keberatan jika harus berbagi tempat duduk dengannya. Apalagi, Shinta terlihat merupakan anak yang baik dan pendiam.

Tak seperti jam istirahat biasa yang selalu aku habiskan dengan berbagai macam buku, kali ini aku memilih bangkit dari bangku-ku dan segera saja kuajak teman baruku itu mengelilingi sekolah, sekedar mengenalkan sekolah kita ini kepadanya. Banyak hal yang kita perbincangkan. Hingga baru ku ketahui rumahnya yg tak jauh dari rumahku. Wah kebetulan yang sangat menyenangkan, pikirku. Setidaknya aku akan memiliki teman dekat, walau sebenarnya aku tak butuh itu.

Bel pulang berbunyi. Aku benci ini. aku benci ketika aku harus kembali memasuki istana bak neraka itu. Rumahku memanglah besar, namun kasih sayang didalamnya sangatlah sempit, bahkan hampir tak kurasa akan adanya kasih sayang dalam istana ini. Sekali lagi, aku benci rumah, dan aku benci keluargaku. Itu karena mereka hanya sibuk dengan urusan mereka sendiri, tak pernah peduli tentangku juga tentang kakak perempuanku, atau bahkan tentang satu sama lain. Jangankan peduli, sekedar bertanya kabar kami pun hanya mereka lakukan satu bulan sekali, itupun jika mereka mengingat bahwa ada buah hati yang merindukannya dinegeri asalnya sana.  Hidupku dirumah berantakan, sangat berbeda dengan hidupku kalamana aku disekolah. Disekolah, aku termasuk populer bahkan menjadi gadis impian gadis lainnya. Aku pun tak mengerti bagaimana bisa aku memiliki dua sisi hidup yang berkebalikan seperti ini, kehidupan yang menurutku sangat lucu karena untuk pertama kalinya aku merasakan cinta kasih seorang guru bahkan lebih besar dibanding orangtuaku sendiri. Teman-teman hanya melihatku secara materi, tak pernah tau bagaimana hidupku yang sebenarnya. Hidup yang bahkan tak merasakan bagaimana rasanya dikasihi atau sekedar mencicipi masakan mamah setiap harinya seperti mereka. Ya, sesederhana itu.  Jika boleh memilih, aku tentu akan memilih hidup seperti mereka, sederhana namun kaya akan cinta kasih.

Hingga suatu malam, kala jam telah menunjukan pukul 11 malam, kakak perempuanku tak kunjung pulang sedari keluar kuliah siang hari tadi. Aku menunggunya, tentu ditemani mbok Parti dan pak Bagyo yang telah mengadu nasib di keluarga kami 5tahun belakangan ini. Tak lama,  kulihat dari kejauhan mobil putih telah masuk pada gerbang rumahku. Itu jelas kakaku. Aku kaget kala mengetahui kakakku kini setengah tak sadarkan diri. Ia meracau tak jelas dan mengamuk tak karuan. Aku tenangkan ia sebisaku hingga tiba-tiba ia menangis dan memeluku erat. Aku tau, ia pasti tengah menanggung beban yang berat. Hingga pada akhirnya ia membuka mulut dan mengatakan ia telah hamil. Aku kaget setengah mati. Aku bingung. Aku hanya seorang gadis kelas 1 SMA. Apa yang bisa dilakukan gadis sepertiku? Aku hanya mampu menutup mulut rapat-rapat, sesuai dengan permintaan kakaku yang memintaku untuk diam.

Semenjak itu, kakaku jadi tak karuan. Hidupnya hancur berantakan. Aku yang tak kuat melihatnya terus-terusan menderita membuatku malas untuk menghabiskan waktu dirumah. Ya, tiba-tiba saja aku mengingat Shinta, teman baruku yang kuketahui rumahnya tak jauh dari rumahku. Segera saja aku kesana. Sesampainya disana, aku tak menceritakan apapun kepadanya karna bagiku itu tak penting.  Ia yang menyadari akan tidak baiknya kondisiku saat ini segera untuk menyodorkan minuman ungu kepadaku.
“ini diminum dulu” katanya menyodorkan minuman berwarna ungu tersebut

“apa ini?” tanyaku yang merasa aneh akan bau yang menyengat pada air ini

“hanya sirup anggur, cobalah mungkin ini bisa menenangkan fikiranmu”

Segera kutengguk saja minuman itu, dan waw.. ini merupakan minuman teraneh yang pernah kurasakan. Namun tak apa, setelah kunikmati aku menyukainya. Aku seperti bebas tanpa beban, dan ya.. aku ketagihan. Semenjak itu, aku semakin sering pergi kerumah Shinta yang memang baru kuketahui hidup sebatangkara selama ini, dan yaa.. aku sama sekali tak menyangka jika sosok secantik Shinta pun ternyata memiliki hidup yang lebih kacau dariku. Kamipun hampir setiap hari bersenang-senang seperti ini, bahkan kali ini lebih dari itu, ia menyuntikan sesuatu ditubuhku yang membuatku melayang begitu bebasnya. Ah persetan dengan hidup ini,  persetan dengan sekolahku, persetan dengan 3 bahasa yang telah ku kuasai, persetan dengan hidup mewah ini, dan persetan dengan keluargaku. Kita menikmatinya, bahkan sangat menikmatinya. Hingga kita tak menyadari jika polisi telah memergoki kita dan membawa kami ketempat terkutuk.

Dan disinilah kita, dibalik jeruji besi yang seharusnya tidak kami tinggali. Dan tiba-tiba  kulihat seseorang dari kejauhan, yaa itu kedua orangtuaku ditemani kakak perempuanku yang kulihat perutnya kini semakin besar. Mereka menangis sejadi-jadinya melihat anak-anaknya kini berantakan.
Kupandang mereka dalam-dalam... hingga akhirnya serangkaian kalimat meluncur tiba-tiba dari mulutku.

“Lihatlah mah, pah.. lihat kakak, ia bahkan telah mengandung anak yang entah darah daging siapa dirahimnya, dan lihat aku.. aku bahkan saat ini berada pada neraka yang sesungguhnya. Lihatlah mah, pah hidup kami telah berantakan, prestasi kamu bahkan tak ada lagi artinya,  kami tak lagi memiliki masa depan. Mengapa sekarang kalian kembali? Apakah impian kalian telah terpenuhi?  Apakah harta yang selama ini kalian kejar telah kalian miliki? Terimakasih mah, pah.. karena keegoisan kalian, kalian berhasil membuat kami berdua hancur”

Kami berempat saling memeluk satu sama lain. Jika boleh jujur, aku sangat merindukan momen-momen seperti ini. Momen yang membuatku merasakan hangatnya cinta kasih dari keluarga. Orangtua ku menangis tersedu, merasa tak becus mengurus kami, bahkan mereka meminta maaf kepada kami dan berjanji akan mengubah sikap mereka selama ini. Namun apa daya, nasi telah menjadi bubur, dan saat ini kurasa semuanya telah terlambat.