Rabu, 11 Juli 2018

Itu, aku.


Aku adalah wanita yang selalu mencintamu tanpa jeda
Wanita yang akan terus menguatkan diri untuk terus bertahan
Dan tak akan berhenti menengadahkan tangan untuk kebaikanmu

Aku adalah  wanita yang tak akan meninggalkanmu
bahkan kala kamu merasa dunia tak lagi berpihak dan kamu tak lagi berarti

Aku, wanita yang tak akan meninggalkan kamu
bahkan ketika lisanmu menhujamku secara perlahan
Namun begitu, aku senantiasa menjaga lisan karena begitu takut membuat kamu teriris walau hanya seperkian detik

Aku juga tidak akan meninggalkanmu
Bahkan ketika kamu tak lagi memprioritaskan aku karena rupa-rupanya, kesibukanmu berhasil membawa lari kamu dari ku

Aku tak akan meninggalkanmu
Bahkan ketika ratusan orang berlomba megungkap keburukan kamu didepanku
Dan aku, cukup saja kuletakkan kedua tanganku pada telinga.

Lagi lagi aku tegaskan
Aku adalah wanita yang tak akan meninggalkanmu
Bahkan ketika jarak membentang yang lantas membuat rindu semakin mencuah

Namun
Aku akan meninggalkan kamu
Ketika kamu tidak bersyukur memiliki aku

Senin, 02 Juli 2018

kamu telah menang, setidaknya atas egomu.


Akan ada suatu waktu dimana realita tak lagi berpihak
Pun kala usaha terbaikmu tak mampu membeli segala ekspektasi
Tak apa, tak perlu risau ataupun galau
Berkacalah!
Setidaknya kamu telah lebih hebat dari ego atas dirimu untuk berontak dari zona nyaman
Pun juga telah menang dari tekanan atas segala akibat yang bertolak belakang dengan ekspektasi

Ya, mungkin kamu telah dengan sadar dinyatakan kalah
Namun percayalah, senyummu akan terukir
Berbangga atas diri sendiri
Akan hal yang telah kamu petik dalam proses pembelajaran menjadi dewasa

Ya, kamu memang telah kalah
Namun kamu pun telah menang, atas egomu
dan kamu,
bahagia.

teruntuk siapapun, para pejuang ulung.


Kutahu lelahmu telah nyaris membuatmu lebur
Tidurmu tak lagi teratur
Seolah diri merasa terbentur
Melihat kawan hidup dengan makmur
Sedang engkau merasa hidup tak lagi mujur

Kau tahu kawan?
Dibalik takdir yang kau olok-olok kehadirannya
Terdapat kado indah tiada tara
Tak perlu risau ataupun gundah
Kau hanya perlu berserah
Bayangkan senyum orangtua merekah
Melihat kegigihanmu peroleh berkah

Ah kawan
Percayalah, aku tengah menengadah dengan indah
Mengucap kata penuh harap
Akan segala hasil terbaik dari si Penguasa

Kawan,
semoga,
lelahmu menjadi lillah.

Depok, 8 Mei 2018


Promise me?


Bola mataku menatap lekat mata indahnya. Menantikan kata demi kata yang akan ia lontarkan padaku. Bibirnya kelu, tak satu patahpun terlontar dari sana. Namun matanya, seolah berbicara hingga beratus kata.

Aku masih menunggu. Namun ia masih tak bergeming. matanya masih tak pergi dari jangkauan mataku. Kami berjarak, namun mata kita seolah memeluk erat.

Lantas kubuka suara; seraya tetap tak bergeming dari matanya.

"jangan pergi ya?"

"iya"

"janji?"

"iya"

"kamu nggabisa janji?"

"perihal janji, itu sangat mudah. aku bisa janji, tapi Tuhan punya kehendak. aku takut kehendak Tuhan berbeda dengan kehendaku, yang justru mengecewakan kamu. aku ga bisa janji, tapi untuk buktii, aku sangat bisa"

perlahan, ujung-ujung bibirku tertarik. terpancar untaian senyum manis disana. Tidak, aku tidak lantas memeluknya. Aku menunduk. mencoba menutup rona merah dipipi seraya berdoa pada Tuhan untuk terus menjaganya untukku.

cintaku, seistimewa itu.

Ibu Pertiwi, maukah kau kembali tersenyum?


-ditulis sebagai luapan atas insiden bom Surabaya-

Ibu Pertiwi
Kami tak sanggup membayangkan menjadi dirimu
Lelahmu menjaga juga menaungi kami seakan tak lagi bernilai
Maafkan bangsa kami, ibu pertiwi
Yang telah membombardir wajah cantikmu
Merusak seluruh tatanan bajumu
Bahkan seakan memperkosamu dengan paksa

Ibu Pertiwi,
Ku tahu betul telah menjadi makanan bagimu bangsa kami
Merontokan perlahan rambut indahmu
Kobaran asap yang perlahan merusak paru-parumu
Bahkan luapan caci seakan telah menjadikanmu pening tiada kira
Segalanya itu telah kau tahan demi rantai yang selalu kau genggam erat keberadaanya
Rantai yang kau jadikan alasan untukmu bertahan
Katamu, rantai persatuan namanya

Ibu Pertiwi,
Dengan deru kami ucapkan maaf
Karena hari ini, penyiksaan bagian dari bangsa kami terhadapmu kian menjadi
Maaf dengan beribu maaf
Rantai persatuan yang telah kau genggam erat itu
Yang telah kau jadikan alasan untuk bertahan itu
Telah sanggup dengan paksa bangsa kami renggut dari mu

Ibu Pertiwi,
Hari ini, wajahmu tak lagi kian berbentuk
Tanganmu bergetar, kutahu betul dirimu telag tak memiliki penopang untukmu bertahan
Karena satu-satunya alasan untukmu bertahan, telah bangsa kami porak-porandakan
Iya, tiap keeping rantai telah terhempas jauh entah kemana
Sedang mata rabunmu itu, tak lagi sanggup untuk menatanya kembali

Ibu Pertiwi,
Bolehkah kami meminta satu harap?
Tolong kuatkan diri untukmu bertahan
Kutahu betul lelahmu tiada terkira
Amarahmu bahkan telah kian memuncak
Namun, bolehkah aku memberi penjelasan?
Maafkan kawan kami yang telah dengan sengaja merusakmu itu
Percayalah, mereka mencintaimu, sama seperti kami
Hanya saja, dangkalnya otak telah membuat mereka dengan berani merusakmu dengan dalih kebaikan
Padahal, kebaikan macam apa?
Namun begitulah bangsa kami, kutahu betul dirimu pasti lebih paham dengan bangsa kami

Ibu Pertiwi,
Kami pun marah, sama sepertimu
Namun bagaimanapun mereka bagian dari kami
Pun bagian dari rantai yang selama ini dijaga erat olehmu
Doakan bangsa kami ditengah umur tuamu itu
Kutahu betul ada banyak dari bangsa kami yang dengan brengsek mencoba memperkosamu
Namun percayalah, ada lebih banyak pula dari bangsa kami yang merindukan wajah jelitamu

Ibu Pertiwi,
Maukah dirimu kembali tersenyum?

-
Depok
13 Mei 2018