"bodoh" katanya memecah tatapan kosongku.
sementara aku, hanya mampu menatap tanpa sepatah kata untuk meresponya. Masih berkutat pada tatapan yang entah pada siapa aku tujukan.
"sampai kapan?"
tanya-nya yang tak mampu kucerna betul.
"ha?"
kucoba membuka suara, membalas kata demi kata yang terlontar dari mulutnya.
"sampai kapan terus menahan sedang hati ingin berontak?"
"berontak saja. adakalanya hati juga ingin dibela. belajarlah untuk tidak egois, Arsya"
sambungnya lagi.
"tidak bisa"
"lagi-lagi atas dasar cinta?"
"tidak. kau bahkan tak akan mengerti"
kali ini, Reno -sahabatku- yang tak lagi mampu mencerna perkataanku.
"aku justru sedang membela hati. Iya, aku seperti ini untuk menyelamatkannya. karena aku tau, berontak -dan kemudian berpisah- dengannya adalah hal yang amat hati benci. dan aku, sedang berusaha mati-matian menyelamatkannya. doakan aku"
-
kataku,
diiringi helaan nafas
yang kian menyesakkan.
sementara aku, hanya mampu menatap tanpa sepatah kata untuk meresponya. Masih berkutat pada tatapan yang entah pada siapa aku tujukan.
"sampai kapan?"
tanya-nya yang tak mampu kucerna betul.
"ha?"
kucoba membuka suara, membalas kata demi kata yang terlontar dari mulutnya.
"sampai kapan terus menahan sedang hati ingin berontak?"
"berontak saja. adakalanya hati juga ingin dibela. belajarlah untuk tidak egois, Arsya"
sambungnya lagi.
"tidak bisa"
"lagi-lagi atas dasar cinta?"
"tidak. kau bahkan tak akan mengerti"
kali ini, Reno -sahabatku- yang tak lagi mampu mencerna perkataanku.
"aku justru sedang membela hati. Iya, aku seperti ini untuk menyelamatkannya. karena aku tau, berontak -dan kemudian berpisah- dengannya adalah hal yang amat hati benci. dan aku, sedang berusaha mati-matian menyelamatkannya. doakan aku"
-
kataku,
diiringi helaan nafas
yang kian menyesakkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar