Senin, 02 April 2018

Kesalahanmu, tak lebih besar dari rasaku.


Aku, mencintaimu.
Kamu adalah sosok yang tak lebih tampan dari kebanyakan orang.
Kamu pun tak lebih dari sosok biasa yang penuh ambisi besar dalam setiap langkah kecilnya
Mengenai kamu,
Caramu memperlakukanku pun tak lebih pantas untuk kuanggap baik.
Caramu mencinta, apalagi.
Namun segala hal yang tersimpan dalam diri kamu, begitu menyorot mata.
Segala hal yang tak terlihat oleh siapapun, begitu memikat untukku.
Seakan membawa ku untuk selalu ingin mengenalmu lebih dalam dan lebih dalam lagi.
Walau pada dasarnya,
Aku,
Sangat mengenalmu.

Aku memang begitu, selalu begitu.
Selalu mampu melihat sisi yang tak satupun dilihat oleh siapapun.
Kamu menyakitiku sebegitunya,
Dan aku, tetap dalam pendirianku,
Untuk terus mencintai kamu setulus yang aku mampu.

Aku, memang begitu, sekeras kepala itu.
Ribuan kali teman baikku melarang
Ratusan kali hati menjerit memintaku untuk berhenti menyakitinya
Puluhan kali orang tuaku memintaku untuk berhenti
Namun cukup 1x untukku membuat mereka bungkam
Cukup saja kusebut namamu.
Kamu, memang begitu.
Selalu menjadi alasan dibalik sikap egoisku.

Kian hari, paksaan mereka untuk memintaku berhenti semakin hebat
Namun seiring itu pula, banteng hati seakan menebal otomatis
Seolah melindungimu, untuk selalu berada didalamnya.
Bukankah dari situ, dapat terlihat bahwa dengan terus mencintamu, aku harus berkorban?

Logika selalu bergumam tanpa henti tanpa lelah
Bertanya pada sosok dalam pantulan cermin mengenai kebodohan hati kecilnya
“Bukankah, kesalahan yang telah ia perbuat sudah amat besar?”
“Bukankah, kesalahan dia telah tidak mampu kamu beri maaf?”
“Lantas, mengapa kamu selalu batu?”
“Seolah dengan tanpa malu, menjilat ludah yang telah kamu keluarkan dengan jijik kala itu”
Tak sedikit pertanyaan menghujam untukku.

Aku diam seperkian detik.
Lantas menggeleng perlahan.
Air mata tak lupa menampakan diri tanpa perintah.
Bibir lantas kian membuka suara
“Kamu tak akan mengerti” kataku.
“Kesalahanya memang besar, namun rasaku,  jauh lebih besar”
Kataku, kemudian tersernyum getir.
Merasakan betapa pedihnya menjadi sosokku.
Yang memiliki dua rasa berkebalikan
Namun sama hebatnya.
Yah, aku sangat membencimu, 
Pun begitu, aku begitu mencintamu.

Aku sedari tadi mengatakan bahwa aku tetaplah pada pendirianku
Untuk selalu mencinta sosokmu
Untuk selalu teguh pada keegoisanku
Namun dilain hal,
Akupun tetap pada pendirianku yang lain.
Untuk kemudian melepasmu dengan paksa
Seolah lupa akan segala rasa

Ah, aku memang mencintaimu.
Namun mencinta bukanlah menjadi penghalang untukku menepati janji pada diri sendiri
Aku telah berjanji untuk melepasmu kala kamu berulah
Dan,
Sekaranglah waktunya.

Bagaimana?
Aku sangat hebat bukan,
Telah sanggup mencinta dan melepas dalam waktu yang sama?

Depok, 2 April 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar